Senin 17 Jul 2023 01:19 WIB

Mahasiswa AS Alami Rawan Pangan

Dalam beberapa bulan, ribuan mahasiswa kehilangan akses ke program antikemiskinan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Pantry makanan di kampus Hoya Hub Universitas Georgetown menawarkan berbagai macam makanan dan perlengkapan rumah tangga bagi mahasiswa yang membutuhkan, Jumat, 9 Juni 2023 di Washington. Di Universitas Georgetown, pantry yang didanai donor adalah ruang terkunci dengan rak makanan dan perlengkapan mandi serta lemari es untuk barang yang mudah rusak. Setiap siswa yang meminta bantuan diberi kode untuk membuka kunci pintu dan pada dasarnya dapat datang dan pergi sesuai kebutuhan.
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Pantry makanan di kampus Hoya Hub Universitas Georgetown menawarkan berbagai macam makanan dan perlengkapan rumah tangga bagi mahasiswa yang membutuhkan, Jumat, 9 Juni 2023 di Washington. Di Universitas Georgetown, pantry yang didanai donor adalah ruang terkunci dengan rak makanan dan perlengkapan mandi serta lemari es untuk barang yang mudah rusak. Setiap siswa yang meminta bantuan diberi kode untuk membuka kunci pintu dan pada dasarnya dapat datang dan pergi sesuai kebutuhan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dibesarkan oleh seorang nenek, Joseph Sais sangat bergantung pada kupon makanan sebagai mahasiswa Amerika Serikat (AS). Dia berpikir untuk berhenti sekolah ketika fasilitas tersebut dicabut.

Pada masa pandemi Covid-19, Sais mengaku melewatkan “surat penting” dan untuk sementara kehilangan kelayakannya di program dasar anti-kemiskinan (SNAP) yang umumnya dikenal sebagai kupon makanan. “Ada saat-saat ketika saya mengikuti ujian dan alih-alih fokus pada ujian, saya fokus pada apa yang akan saya makan malam ini,” kata sosok yang lulus dari Sacramento State University dengan gelar sarjana politik sains dan jurnalisme dan sekarang menjadi mahasiswa pascasarjana tahun pertama di sekolah yang sama.

Baca Juga

Sais harus menghadapi kenyataan saat kupon makan jatahnya berhenti pada awal tahun ini. Dia menjadi bagian kelompok yang oleh para peneliti dan pembuat kebijakan sedang diteliti.

Mereka merupakan mahasiswa penuh waktu yang berjuang dengan kerawanan pangan yang serius. Presiden Capital Area Food Bank Radha Muthiah menyebut, kondisi itu sebagai krisis tersembunyi.

"Salah satu masalah yang muncul dari bayang-bayang selama pandemi," ujar Muthia memperkirakan setidaknya 30 persen mahasiswa tidak aman pangan.

Departemen Pertanian AS melonggarkan persyaratan kelayakan SNAP untuk mahasiswa selama pandemi. Pemerintah mengizinkan mereka yang mendapat bantuan keuangan tanpa dukungan keluarga dan siapa saja yang memenuhi syarat untuk program studi kerja, terlepas dari jam kerja.

Peneliti memperkirakan sebanyak tiga juta mahasiswa ditambahkan ke program sebagai hasilnya. Namun dengan berakhirnya status darurat kesehatan masyarakat, mahasiswa yang telah menerima manfaat SNAP memiliki waktu hingga 30 Juni untuk melakukan sertifikasi ulang dan tetap mengikuti program di bawah aturan era pandemi.

Kelayakan SNAP yang diperluas hanya akan bertahan satu tahun lagi. Seluruh program akan kembali ke aturan pra-pandemi di berbagai titik selama tahun depan, tergantung pada jadwal masing-masing negara bagian.

"Dalam beberapa bulan ke depan, ribuan mahasiswa berpotensi kehilangan akses ke program ini,” kata asisten direktur urusan pemerintahan di Asosiasi Universitas Negeri dan Hibah Tanah MacGregor Obergfell.

Aturan yang diperluas tidak akan berlaku untuk kelas mahasiswa baru tahun ini. “Ini semacam memulai bencana yang berjalan lambat ini di mana kita kembali ke aturan SNAP lama tepat pada saat kebutuhan seputar ketahanan pangan jelas meningkat,” kata direktur senior kebijakan dan advokasi di Temple University’s Hope Center Bryce McKibben.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement