Rabu 19 Jul 2023 21:52 WIB

HRW: Junta Myanmar Langgar Lima Poin Konsensus ASEAN Setiap Hari

Kekerasan junta, terutama terhadap etnis Rohingya, terus berlangsung.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
HRW mengungkapkan, kekerasan junta, terutama terhadap etnis Rohingya, terus berlangsung.
Foto: EPA-EFE/MONIRUL ALAM
HRW mengungkapkan, kekerasan junta, terutama terhadap etnis Rohingya, terus berlangsung.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON – Organisasi hak asasi manusia (HAM) Human Rights Watch (HRW) mengatakan, pelanggaran terhadap Lima Poin Konsensus (Five Points of Consensus) oleh junta Myanmar terjadi setiap hari. HRW mengungkapkan, kekerasan junta, terutama terhadap etnis Rohingya, terus berlangsung.

“Setiap hari junta melanggar Lima Poin Konsensus ASEAN dan resolusi Dewan Keamanan PBB, sambil mengabaikan seruan dari Dewan HAM dan Majelis Umum PBB. Namun ia menghadapi sedikit dampak atas pelanggarannya,” kata HRW dalam sebuah pernyataan yang diunggah di situs resminya, Rabu (19/7/2023).

Baca Juga

HRW menyinggung tentang topan Mocha yang menerjang Myanmar pada Mei lalu. Menurut HRW, sekitar 600 ribu penduduk Rohingya terjebak dan terekspose di jalur topan. ASEAN mengungkapkan, 145 orang tewas akibat terjangan Mocha. Sementara pemerintahan bayangan Myanmar, National Unity Government (NUG) menyebut, bencana Mocha membunuh setidaknya 463 orang.

“Dalam minggu-minggu setelah topan Mocha menghantam, junta militer Myanmar memblokir bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa di Negara Bagian Rakhine yang menempatkan ribuan nyawa dalam bahaya langsung. Rohingya memberi tahu kami bahwa mereka menghadapi tingkat kebutuhan yang sangat besar yang belum tertangani, termasuk penyakit yang ditularkan melalui air, kelaparan dan kekurangan gizi, dan berlindung di tenda-tenda yang terbuat dari puing-puing,” ungkap HRW.

HRW berpendapat, pencegahan bantuan kemanusiaan oleh junta Myanmar merupakan simbol dari strategi “four cuts” militer yang sudah berlangsung lama. Strategi itu bertujuan mempertahankan kendali atas suatu daerah dengan mengisolasi dan meneror penduduk di dalamnya.

“Pembatasan (bantuan) ini juga menggarisbawahi bahwa kondisi untuk kembalinya pengungsi Rohingya yang aman, berkelanjutan, dan bermartabat dari Bangladesh saat ini tidak ada. Menyerukan repatriasi sekarang berarti mengirim pengungsi kembali ke kendali junta yang kejam dan represif, menyiapkan panggung untuk eksodus dahsyat berikutnya,” kata HRW.

HRW mengungkapkan kekejaman militer terhadap Rohingya dan pelanggaran pasca-kudeta terhadap pemerintahan sipil Myanmar berpotongan dengan krisis yang menuntut tanggapan terkoordinasi. “Hak-hak Rohingya terikat dalam situasi HAM yang lebih luas di Myanmar – keduanya bergantung pada pembentukan pemerintahan demokratis sipil di Myanmar, penghormatan terhadap hak-hak dasar semua minoritas Myanmar, dan pertanggungjawaban para jenderal atas kejahatan kekejaman mereka,” katanya.

Isu Myanmar sangat kompleks....

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement