Kamis 20 Jul 2023 14:14 WIB

Dibayangi Ancaman Penangkapan, Putin Batal Hadiri KTT BRICS di Afsel

Putin terancam ditangkap ketika menginjakkan kaki di Afrika Selatan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Presiden Rusia Vladimir Putin batal menghadiri KTT BRICS ke-15 yang diagendakan digelar di Johannesburg, Afrika Selatan (Afsel), pada 22-24 Agustus
Foto: EPA-EFE/ALEXANDER KOZAKOV/SPUTNIK/KREMLIN
Presiden Rusia Vladimir Putin batal menghadiri KTT BRICS ke-15 yang diagendakan digelar di Johannesburg, Afrika Selatan (Afsel), pada 22-24 Agustus

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG – Presiden Rusia Vladimir Putin batal menghadiri KTT BRICS ke-15 yang diagendakan digelar di Johannesburg, Afrika Selatan (Afsel), pada 22-24 Agustus mendatang. Pengumuman pembatalan muncul setelah adanya isu bahwa Putin terancam ditangkap ketika menginjakkan kaki di Afsel mengingat negara tersebut merupakan anggota Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

"Dengan kesepakatan bersama, Presiden Vladimir Putin dari Federasi Rusia tidak akan menghadiri KTT (BRICS). Namun, Federasi Rusia akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov," demikian bunyi pengumuman yang dirilis kantor Kepresidenan Afsel, Rabu (19/7/2023), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Baca Juga

Ancaman penangkapan membayangi Vladimir Putin yang hendak menghadiri KTT BRICS di Johannesburg bulan depan. Hal itu terungkap dalam surat-surat rahasia Presiden Afsel Cyril Ramaphosa yang dibuat terbuka bagi publik lewat putusan pengadilan pada Selasa (18/7/2023).

Surat-surat Ramaphosa itu ditandatangani pada Juni lalu. Dalam surat tersebut terungkap bahwa partai oposisi terkemuka Afsel, yakni Aliansi Demokratik, telah mendesak dan mencoba memaksa pemerintahan Ramaphosa untuk menangkap Putin ketika dia tiba di Johannesburg untuk menghadiri KTT BRICS bulan depan.

Putin memang telah diundang ke KTT tersebut. Namun, pada 17 Maret 2023 lalu, ICC diketahui sudah mengumumkan bahwa mereka menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Putin atas tuduhan melakukan kejahatan perang. Afsel merupakan anggota ICC dan seharusnya menjalankan surat perintah tersebut.

Namun, dalam suratnya untuk pengadilan, Ramaphosa menggambarkan desakan Aliansi Demokratik agar pemerintahannya membekuk Putin saat tiba di Johannesburg sebagai permintaan tak bertanggung jawab. Sebab Ramaphosa mengatakan keamanan nasional Afsel dipertaruhkan dalam masalah ini.

“Rusia telah memperjelas bahwa menangkap presidennya yang sedang menjabat akan menjadi deklarasi perang. Ini tidak sesuai dengan konstitusi kita untuk mengambil risiko terlibat perang dengan Rusia,” tulis Ramaphosa dalam suratnya, dikutip Al Arabiya.

Dia menambahkan, Afsel mencari pengecualian di bawah aturan ICC berdasarkan fakta bahwa melakukan penangkapan dapat mengancam keamanan, perdamaian, dan ketertiban negaranya. Namun, belum diketahui apakah pengecualian yang diminta Afsel diizinkan.

Dalam sebuah wawancara dengan media lokal baru-baru ini, Wakil Presiden Afsel Paul Mashatile mengatakan bahwa pemerintah negaranya telah berusaha membujuk Putin untuk tidak berpartisipasi dalam KTT BRICS pada Agustus mendatang. Namun, sejauh ini upaya Afsel belum membuahkan hasil.

Pada 17 Maret 2023 lalu, ICC mengumumkan bahwa mereka telah menerbitkan surat perintah penangkapan untuk Vladimir Putin. Dia dituduh melakukan kejahatan perang karena diduga terlibat dalam penculikan anak-anak di Ukraina. “(Putin) diduga bertanggung jawab atas kejahatan perang berupa deportasi penduduk (anak-anak) yang tidak sah dan pemindahan penduduk (anak-anak) yang tidak sah dari wilayah pendudukan Ukraina ke Federasi Rusia,” kata ICC dalam sebuah pernyataan.

ICC juga menerbitkan surat penangkapan untuk Komisaris Hak Anak di Kantor Kepresidenan Rusia Alekseyevna Lvova-Belova. Dia dituduh melakukan kejahatan serupa seperti Putin. ICC mengatakan bahwa majelis pra-sidangnya menemukan ada alasan logis untuk percaya bahwa setiap tersangka memikul tanggung jawab atas kejahatan perang berupa deportasi penduduk dan pemindahan penduduk yang tidak sah dari wilayah pendudukan Ukraina ke Federasi Rusia, dengan prasangka anak-anak Ukraina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement