Kamis 27 Jul 2023 08:16 WIB

Aksi Onar The 1975 Bikin Promotor Musik di Indonesia Waswas?

Setelah aksi ciuman gay, rencana penampilan band itu di Indonesia batal.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
Vokalis The 1975 Matty Healy (kiri) dan pemain bas Ross MacDonald (kanan).
Foto: EPA-EFE/MARTON MONUS HUNGARY OUT
Vokalis The 1975 Matty Healy (kiri) dan pemain bas Ross MacDonald (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imbas dari ciuman gay yang dilakukan band The 1975 di acara musik Good Vibes Festival, Malaysia, dinilai dapat membuat promotor musik di Indonesia lebih berhati-hati memilih musisi luar negeri. Meski tak memiliki badan khusus yang mengawasi konser musik di Indonesia, namun promotor Indonesia diyakini lebih peka dengan kondisi masyarakat di Tanah Air.

“Ada self censor ya dari pihak promotor. Oke artisnya seperti ini, fan base-nya besar tapi kira-kira keuntungan dan kerugian mendatangkan mereka seperti apa,” kata pengamat musik, Wendi Putranto, saat ditemui Republika.co.id seusai konferensi pers Synchronize Fest di MBloc Jakarta, Selasa (25/7/2023).

Baca Juga

Malaysia yang cukup "tertutup" dibandingkan Indonesia akan lebih sulit lagi untuk mendatangkan musisi internasional. Indonesia masih cukup terbuka menyoal konser karena tidak ada badan atau lembaga khusus yang menyoroti penampil dalam suatu konser. Di Malaysia, mereka memiliki Pusat Permohonan Pembuatan Film dan Pertunjukan Artis Asing (Puspal), sebuah lembaga penyeleksi dan pemberi izin musisi internasional.

“Puspal ini sangat powerful dan itu yang kemudian dijaga oleh Malaysia karena memiliki kontrol siapa yang boleh manggung siapa yang tidak. Kita nggak punya di Indonesia. Di sini kondisinya lebih terbuka, jadi kebebasan berekspresi dan berbicara dilindungi oleh konstitusi pasal 28 Undang-Undang 1945,” ucap Wendi.

Puspal Malaysia bisa lebih mudah melarang atau memboikot perizinan, Indonesia hanya memiliki perizinan keramaian publik, tidak ada yang sampai meneliti lagu-lagunya. Jika suatu konser tidak mendapatkan izin dari kepolisian, itu bukan masalah di konten. Sementara Puspal memang badan sensor yang meneliti dulu apakah musisi atau suatu karya membawa dampak buruk bagi anak-anak muda dan masyarakat di Malaysia.

Dia mengatakan, meski tak punya badan serupa Puspal, Indonesia masih memandang semua etika yang berlaku. Salah satu buktinya, ketika The 1975 batal tampil dan digantikan Heila On 7 di We The Fest, Jakarta, mendapat sambutan luar biasa penonton.

“Karena apa yang terjadi di Malaysia bisa saja terjadi lebih besar dan nggak enak. Kalau mereka memaksakan tetap manggung dari promotor menghadirkan mereka, resistensinya lebih besar,” ujar Wendi.

Menurut dia, pembatalan penampilan The 1975 di Indonesia merupakan hal tepat, entah itu dari pihak musisi atau pihak promotor. Ditutup dengan keputusan menampilkan Sheila on 7 ini sangat klimaks dan apik.

“Buat saya itu benar-benar suatu anugerah sih. Karena kalau ditutup dengan The 1975, saya nggak tahu deh, pasti udah ada yang mau 'bergerak' ya. Akan demo, melakukan perlawanan karena itu bukan hal sepele yang terjadi di Kuala Lumpur dan bisa saja lebih gede ledakannya,” jelas Wendi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement