REPUBLIKA.CO.ID, PORT MORESBY -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin menegaskan Washington tidak berniat membangun pangkalan militer permanen di Papua Nugini. Hal ini ia sampaikan saat berkunjung ke negara Pasifik itu. Austin mengatakan AS akan memperkuat kapabilitas Papua Nugini dengan kesepakatan pertahanan yang baru.
Papua Nugini dan AS menandatangani kerjasama pertahanan yang baru pada bulan Mei lalu. Kesepakatan itu menetapkan kerangka kerja bagi AS untuk memperbaiki pelabuhan dan bandara Papua Nugini yang dapat digunakan militer maupun sipil selama 15 tahun mendatang.
Dalam kunjungan pertama kepala pertahanan AS ke Papua Nugini, Kamis (27/7/2023) Austin bertemu Perdana Menteri James Marape. Mereka membahas tentang memperkuat hubungan dan mengumumkan kapal Penjaga Pantai AS akan tiba di negara itu pada bulan Agustus berdasarkan kesepakatan undang-undang penegakan hukum maritim.
Presiden Prancis Emmanuel Macron juga tiba di negara kaya sumber daya alam tersebut dalam kunjungan pertama kepala negara Prancis ke Papua Nugini. Di Vanuatu, Macron memperingatkan "imperalisme baru" di kawasan Pasifik yang akan menguji kedaulatan maritim dan keuangan negara-negara kecil di kawasan.
"Kapal asing menangkap ikan dengan ilegal di sini, banyak pinjaman dengan kondisi kemitraan yang tak seimbang yang mencekik pembangunan," katanya.
AS dan sekutu-sekutunya ingin mencegah negara-negara Pasifik membangun hubungan keamanan dengan Cina. Beijing merupakan pemberi pinjaman infrastruktur terbesar di kawasan, hal ini menambah kekhawatiran Barat di saat ketegangan di Taiwan semakin memanas.
Terutama setelah Beijing menandatangani perjanjian keamanan dengan Kepulauan Solomon. Pasukan Penjaga Pantai AS memperkuat kehadirannya di kawasan berdasarkan kesepakatan bilateral.
Mereka akan berpatroli di zona ekonomi eksklusif beberapa negara di kawasan. Meski Kepulauan Solomon dan Vanuatu yang memiliki hubungan lebih dekat dengan Beijing menolak Pasukan Penjaga Pantai AS.
Marape mengatakan Kota Lae sudah ditunjuk sebagai pangkalan penanggulangan bencana AS. Kota Lae yang merupakan kota terbesar kedua di Papua Nugini memiliki pelabuhan kargo besar.
"Saya hanya ingin menegaskan, kami tidak ingin membangun pangkalan permanen di Papua Nugini," kata Austin dalam konferensi pers di Port Moresby.
Teks kesepakatan pertahanan menunjukkan AS diizinkan menempatkan pasukan dan peralatannya di Papua Nugini. Austin mengatakan kedua negara akan memodernisasi pasukan pertahanan Papua Nugini dan memperkuat interoperabilitas.
"Tujuan akhir kami untuk memastikan kami memperkuat kemampuan Papua Nugini untuk membela dan melindungi kepentingannya sendiri," katanya.
Parlemen Papua Nugini belum meratifikasi kesepakatan pertahanan yang dipertanyakan sejumlah politisi oposisi. Mereka khawatir kesepakatan ini membuat geram Cina sebagai mitra dagang terbesar Papua Nugini. Marape mengatakan pemerintahannya memprioritaskan diplomasi.
"Di Pasifik kami bukan tentang perang, kami tentang perdamaian, toleransi dan tentu mempromosikan nilai-nilai demokrasi kami, Kekristenan kami, AS selalu menunjukkan karakter itu di jejak global mereka," katanya.
"AS tidak perlu Papua Nugini sebagai titik luncur, mereka memiliki pangkalan di Filipina, di Korea, di tempat lain, yang jauh lebih dekat ke Cina," tambah Marape.