Sabtu 29 Jul 2023 05:55 WIB

Sinead O'Connor Jadi Ikon Perjuangan Bagi Rakyat Palestina

Sinead O'Connor meninggal dunia pada Rabu (26/7/2023) di London.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Penyanyi Irlandia Sinead O Connor semasa masih hidup.
Foto: MTI
Penyanyi Irlandia Sinead O Connor semasa masih hidup.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Penyanyi pop Irlandia, Sinead O'Connor merupakan pendukung gerakan untuk memboikot Israel. Penyanyi yang menjadi mualaf pada 2018 ini secara terbuka menyatakan dukungannya kepada Palestina.

Pada September 2014, beberapa bulan setelah serangan Israel di Jalur Gaza, O'Connor membatalkan konser di Kaisarea, sebuah kota yang terletak di antara Tel Aviv dan Haifa. Pada saat itu, O'Connor mengatakan, orang yang waras pasti akan bersimpati kepada penderitaan Palestina.

Baca Juga

“Seseorang yang waras, termasuk saya, akan bersimpati pada penderitaan Palestina. Namun tidak ada yang menjatuhkan sanksi atas apa yang dilakukan otoritas Israel (terhadap Palestina)," kata O'Connor, dikutip The Palestine Chronicle, Jumat (28/7/2023).

Wartawan Palestina dan editor The Palestine Chronicle, Ramzy Baroud mengatakan, O’ Connor tidak hanya menjadi ikon bagi orang Irlandia, tetapi juga bagi banyak orang Palestina. O'Connor meninggal dunia pada Rabu (26/7/2023) di London. Baroud mengatakan, warga Palestina sedih dengan kepergian penyanyi ikonik itu.

“Cinta dan penghargaan kami untuk artis yang luar biasa ini bukan hanya karena sikap berprinsip yang dia ambil di Palestina, tetapi karena dalam banyak hal, perjuangan pribadinya mencerminkan perjuangan kolektif untuk Palestina,” ujar Baroud.

Baroud mengatakan, O'Connor berjuang dengan baik kendati banyak mengalami tragedi dalam hidupnya. Menurut Baroud, O'Connor adalah orang yang mempunyai prinsip kuat. O'Connor masuk Islam pada 2018 dan mengubah namanya menjadi Shuhada. Dia juga langsung mengubah penampilannya dengan memakai jilbab. Dia menjadi pendukung Palestina dan berkampanye menyerukan boikot, divestasi, dan sanksi terhadap bisnis, lembaga budaya, dan universitas Israel.

O'Connor pernah batal tampil dalam konser perdamaian di Yerusalem pada musim panas 1997. Penyanyi mualaf itu batal menggelar pertunjukan karena ada ancaman pembunuhan.

Ketika itu, seorang pemuda dan aktivis sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir menggelar kampanye untuk membatalkan konser O'Connor. Hari ini, Ben-Gvir duduk di jajaran kabinet pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu sebagai menteri keamanan nasional.

Transformasi Ben-Gvir dari seorang ekstremis Israel pinggiran yang mencoba menghentikan konser bertema koeksistensi O'Connor menjadi seorang menteri yang mengawasi kepolisian Israel, mencerminkan kebangkitan kelompok sayap kanan di Israel. O'Connor adalah seorang penyanyi kontroversial yang meroket pada 1990 dengan lagu hitnya "Nothing Compares 2 U". 

Pada Kamis (27/7/2023) atau sehari setelah O'Connor meninggal dunia, banyak warga Israel yang menceritakan sebuah surat terbuka yang ditulis oleh penyanyi itu kepada Ben-Gvir. Dalam surat terbuka itu O'Connor mengungkapkan kemarahannya kepada Ben-Gvir yang saat itu berusia 21 tahun.

O'Connor marah setelah mendengar Ben-Gvir membual dalam sebuah wawancara radio bahwa dia berhasil menakut-nakuti penyanyi itu agar tidak tampil di Yerusalem. O'Connor mengirim surat terbukanya ke The Associated Press dan outlet berita lainnya.

"Tuhan tidak menghargai mereka yang membawa teror kepada anak-anak dunia. Jadi kamu tidak berhasil melakukan apa-apa selain kegagalan jiwamu," tulis O'Connor dalam sebuah surat terbuka yang ditujukan untuk Ben-Gvir. 

Pada 16 Juni 1997, O'Connor mengkhawatirkan keselamatan dirinya dan anak-anaknya. Dia memutuskan untuk mundur dari konser yang diselenggarakan oleh kelompok wanita Israel dan Palestina yang berusaha mempromosikan Yerusalem sebagai ibu kota bagi kedua negara. Konser perdamaian bertajuk "Berbagi Yerusalem: Dua Ibukota untuk Dua Negara" tersebut dijadwalkan berlangsung beberapa tahun setelah penandatanganan Kesepakatan Oslo, yang menjadi landasan bagi proses perdamaian Timur Tengah.

Menjelang tersebut, Kedutaan Inggris dan Irlandia di Tel Aviv dilaporkan menerima ancaman pembunuhan terhadap O'Connor.  Setelah konser itu dibatalkan, penggemar dan sesama aktivis perdamaian mengungkapkan kemarahan, keterkejutan, dan kekecewaan. Bahkan beberapa dari mereka menutup bibir mereka dengan selotip hitam dan melakukan aksi protes di jalan melawan Ben-Gvir dan sekutunya 

Pada 1997, Ben-Gvir adalah seorang aktivis di Front Ideologis, cabang dari gerakan rasis, Kahanisme. Ideologi anti-Arab Kahanisme, diproklamirkan oleh Rabi Meir Kahane. Ideologi ini dianggap sangat menjijikkan pada 1980-an sehingga Israel melarangnya dari parlemen, dan Amerika Serikat memasukkan gerakan itu sebagai kelompok teroris. Ben-Gvir mengatakan kepada radio Israel bahwa upaya dia dan kelompoknya untuk melarang O'Connor telah berhasil.

"Dia (O'Connor) tidak datang karena kami. Kami menyebut tekanan yang kami berikan padanya untuk tidak datang adalah kesuksesan," ujar Ben-Gvir saat itu.

Pada Kamis, ketika media Israel mengingat kampanye Ben-Gvir melawan O'Connor, kantornya membantah bahwa dia pernah mengancamnya. “Memang, Menteri Ben-Gvir mengatakan dia akan memprotes pertunjukan itu. Pertunjukan dibatalkan karena permintaan ribuan demonstran," ujar kantor Ben-Gvir.

Hubungan O'Connor dengan Israel menjadi lebih buruk setelah konsernya dibatalkan. Dia menjadi pendukung Palestina dan kampanye yang menyerukan boikot, divestasi, dan sanksi terhadap bisnis, lembaga budaya, dan universitas Israel. Setelah perang Gaza 2014, O'Connor membatalkan konsernya di sebuah kota di dekat Tel Aviv. Tetapi pembatalan konsernya di Yerusalem pada 1997 adalah yang paling dikenang di Israel.

Dalam surat terbukanya kepada Ben-Gvir, O'Connor menggambarkan dirinya dihantui oleh tayangan televisi tentang orang Israel dan Palestina yang saling memukul di jalan-jalan kota suci Yerusalem. Dia mengatakan, perdamaian dunia tidak akan tercipta jika perdamaian di Yerusalem belum terwujud.

“Saya merasa sedih dan takut. Saya kemudian bertanya kepada Tuhan 'Bagaimana bisa ada kedamaian di mana pun di bumi, jika tidak ada kedamaian di Yerusalem?'. Saya menanyakan pertanyaan itu sekarang, Tuan Ben Gvir," ujar O'Connor dalam suratnya. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement