Sabtu 29 Jul 2023 12:19 WIB

Kulkas Bersama untuk Kurangi Limbah Makanan di Eropa

Kulkas bersama ini dapat digunakan secara gratis.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Limbah makanan
Limbah makanan

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Dalam upaya untuk membantu konsumen yang sadar lingkungan, sebuah organisasi nirlaba di Jenewa, Swiss, meningkatkan kehadiran lemari pendingin atau kulkas di pinggir jalan. Fasilitas publik dengan akses gratis ini dapat digunakan oleh pemilik restoran, juru masak rumahan, dan lainnya untuk membagikan makanan yang akan membusuk.

Gerakan tersebut merupakan bagian dari upaya yang lebih besar oleh komunitas di Swiss dan negara Eropa lainnya untuk ikut ambil bagian dalam gerakan lingkungan. Upaya itu pun sambil membantu mengurangi limbah makanan.

Baca Juga

Gerakan nirlaba ini bernama Free-Go. Nama tersebut diambil dari kata "frigo" yang berasal dari bahasa Prancis sehari-hari untuk lemari es.

Free-Go telah meluncurkan kulkas dan rak pantry di Jenewa di tempat orang-orang biasa lewat dan dapat mengambil buah, sayuran, roti, croissant, dan barang mudah rusak lainnya untuk dibawa pulang secara gratis. Biaya program sekitar 40 ribu dolar untuk berjalan setiap tahun. Lembaga ini mendapat dukungan dari kelompok amal dan pemerintah kota.

Program ini pertama kali diluncurkan setahun yang lalu dengan satu lemari pendingin di luar pusat komunitas di Jenewa barat. Sekarang terdapat empat lemari pendingin yang ditempatkan secara strategis di sekitar kota. Lemari pendingin kelima direncanakan sebelum akhir tahun.

Direktur proyek Free-Go Marine Delevaux mengatakan, makanan yang disimpan biasanya diambil dalam waktu satu jam setelah pengiriman. Untuk alasan kesehatan dan peraturan, makanan beku, wadah makanan terbuka, makanan siap saji, atau alkohol tidak boleh dimasukkan ke dalam lemari es.

Free-Go juga bereksperimen dengan penjemputan terjadwal di gedung apartemen untuk memudahkan penghuni berpartisipasi dalam program ini. Lembaga itu juga telah menyiapkan "hotline" yang dapat digunakan pemilik restoran untuk meminta pengambilan makanan yang tidak terpakai.

"Umumnya, ketika makanan yang dikumpulkan dari toko dan restoran tiba di pagi hari, orang sudah menunggu untuk mengambilnya sendiri,” kata Delevaux.

Delevaux menjelaskan, kulkas Jenewa pertama membantu menghemat sekitar 3,2 ton makanan agar tidak terbuang percuma tahun lalu. Dari makanan yang disumbangkan, hanya sekitar tiga persen yang harus dibuang karena tidak ada yang menginginkannya.

Free-Go mengatakan, kontributor makanan dari sektor swasta, seperti restoran atau penjual makanan harus membuat komitmen untuk memastikan makanan yang disumbangkan aman untuk dimakan. Undang-undang Swiss mengatakan, makanan yang melewati "tanggal penggunaan yang disarankan" dapat dikonsumsi hingga satu tahun setelahnya.

Pemerintah Swiss memperkirakan bahwa hampir sepertiga dari semua produk makanan yang ditujukan untuk konsumsi terbuang sia-sia atau dibuang sia-sia. Sekitar 330 kilogram limbah makanan per penduduk setiap tahun dihasilkan. Dari jumlah tersebut, sekitar 100 kilogram  menjadi sampah rumah tangga.

Free-Go mengatakan, sekitar semiliar ton makanan terbuang sia-sia setiap tahun di seluruh dunia. Padahal makanan menggunakan energi dan sumber daya lainnya dalam proses pertanian dan transportasi.

"Membuang-buang makanan bukan hanya masalah etika dan ekonomi, tetapi juga menghabiskan sumber daya alam yang terbatas di lingkungan,” kata Komisi Uni Eropa.

Kampanye berbagi makanan serupa dilakukan di ibu kota, Bern, dan di Neuchatel barat, setelah ide tersebut diimpor dari Jerman. Menurut komunitas di Jerman yang dimulai program lebih dari satu dekade lalu Foodsharing.de, lebih dari setengah juta orang di Jerman, Swiss, dan Austria telah menjadikan prakarsa berbagi makanan sebagai gerakan internasional. Program ini  telah membantu menyelamatkan 83 juta ton makanan agar tidak terbuang percuma.

Makanan gratis dan donasinya bisa bervariasi membuat isi kulkas menjadi tidak pasti dan beberapa penerima mungkin akan kecewa. Di luar pusat komunitas di daerah kelas pekerja Jenewa pada Jumat (28/7/2023), Shala Moradi mengatakan, sedang mencari roti dan tidak mendapatkannya.

Tapi, ibu rumah tangga berusia 65 tahun dari Iran yang telah tinggal di Jenewa selama satu dekade mengaku, mengapresiasi inisiatif tersebut. "Ini sangat bagus. Saya bisa mengambil stroberi, ceri, hal-hal seperti itu. (Bagian) gratisnya, saya juga suka itu," ujarnya.

Sedangkan Severine Cuendet baru saja menyimpan beberapa tomat dari kebun sayurnya di lemari pendingin publik itu. Dia mengaku memiliki sayuran terlalu banyak dan memuji inisiatif tersebut karena lingkungannya memiliki banyak kebutuhan.

“Dan itu terjadi pada kita semua untuk membeli terlalu banyak,” kata guru berusia 54 tahun sambil tersenyum. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement