Senin 07 Aug 2023 15:32 WIB

Iran Buka Pendaftaran Kandidat Anggota Parlemen

Iran mengadakan pemilihan presiden dan parlemen sejak Revolusi Islam 1979.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
 Presiden Iran Ebrahim Raisi (tengah) berbicara selama sesi parlemen di parlemen Iran di Teheran, Iran, 16 November 2021. Raisi mengatakan bahwa pintu untuk diplomasi terbuka untuk negara-negara tetangga dan Barat tetapi untuk diplomasi dua arah mengacu pada AS dan barat atas pembicaraan nuklir.
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Presiden Iran Ebrahim Raisi (tengah) berbicara selama sesi parlemen di parlemen Iran di Teheran, Iran, 16 November 2021. Raisi mengatakan bahwa pintu untuk diplomasi terbuka untuk negara-negara tetangga dan Barat tetapi untuk diplomasi dua arah mengacu pada AS dan barat atas pembicaraan nuklir.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran mulai mendaftarkan kandidat untuk pemilihan parlemen untuk Maret 2024 sejak Senin (7/8/2023). Pemilihan tersebut akan menjadi yang pertama sejak protes nasional mengguncang negara itu tahun lalu.

Iran telah mengadakan pemilihan presiden dan parlemen secara teratur sejak Revolusi Islam 1979. Kandidat parlemen dengan 290 kursi memiliki waktu seminggu untuk melakukan pra-registrasi daring yang merupakan langkah pertama dalam proses selama berbulan-bulan. Namun masing-masing pada akhirnya harus disetujui oleh Dewan Penjaga, sebuah badan ulama beranggotakan 12 orang, setengahnya ditunjuk langsung oleh  Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Baca Juga

Lebih dari 7.000 kandidat didiskualifikasi menjelang pemilihan terakhir pada 2020 atau sekitar setengah dari peserta yang mencoba mencalonkan diri. Jumlah pemilih untuk pemilihan itu adalah yang terendah sejak 1979, dengan lebih dari 42 persen pemilih yang memenuhi syarat memberikan suara.

Teheran mengalami protes nasional selama berbulan-bulan dipicu oleh kematian Mahsa Amini, seorang wanita berusia 22 tahun yang ditahan oleh polisi moral atas dugaan melanggar aturan berpakaian di negara itu. Protes meningkat menjadi seruan untuk menggulingkan ulama yang berkuasa, menandai salah satu tantangan terbesar bagi pemerintahan selama empat dasawarsa.

Protes sebagian besar telah mereda usai pihak berwenang melancarkan tindakan keras dengan lebih dari 500 pengunjuk rasa meninggal dunia dan hampir 20 ribu orang ditahan. Bulan lalu, polisi moralitas kembali turun ke jalan untuk memaksa perempuan mengenakan jilbab.

Iran telah terperosok dalam krisis ekonomi yang parah sejak Presiden Donald Trump saat itu menarik Amerika Serikat (AS) dari kesepakatan nuklir dengan kekuatan dunia dan memulihkan sanksi yang menghancurkan. Nilai mata uang anjlok, menghapus tabungan hidup banyak warga Iran dan menaikkan harga.

Dengan begitu banyak yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar. Para analis mengatakan, hanya ada sedikit energi yang tersisa untuk protes atau politik.

Pemerintah Iran kini sedang berlari kencang dengan pengembangan program nuklirnya. Teheran secara terbuka melampaui batas kesepakatan pengayaan dan penimbunan uranium, serta sedang membangun fasilitas nuklir baru sejauh ini di bawah tanah yang kemungkinan kebal terhadap senjata AS. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement