REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Thailand mengambil keuntungan dengan aturan larangan ekspor beras dari Pemerintah India untuk negaranya dan Bangkok memastikan tidak memiliki alasan untuk menghentikan pengiriman berasnya sendiri ke luar negeri, karena memiliki produksi yang cukup untuk ekspor dan konsumsi dalam negeri, sebagaimana disampaikan menteri perdagangan Thailand pada hari Senin (7/8/2023).
Sebagaimana diketahui, Pemerintah India pada akhir Juli lalu memerintahkan negaranya untuk menghentikan ekspor beras dalam jumlah besar. Hal itu menjadi sebuah langkah yang akan mengurangi pasokan pangan dunia, karena produk beras India jadi separuh dari pengiriman eksportir biji-bijian terbesar di dunia saat ini.
Larangan ekspor beras oleh India ini juga bisa memicu kekhawatiran akan inflasi pangan lebih lanjut di pasar makanan global. Namun pelarangan ekspor beras dari India ini memberikan kesempatan bagi para produsen beras Thailand.
"Terutama ke sejumlah negara di Afrika yang mengkonsumsi beras dalam jumlah besar dari India," kata Menteri Jurin Laksanawisit dalam sebuah konferensi pers, Senin (7/8/2023).
"Dengan larangan ekspor India, harga-harga global akan naik karena volume menurun... para petani dapat menjual beras dengan harga yang lebih tinggi," katanya. Tetapi harga global tidak stabil dan pemerintah akan memantau situasi ini dengan saksama, ia menambahkan.
Thailand, pengekspor beras terbesar kedua di dunia, diperkirakan akan mengekspor lebih dari 8 juta metrik ton beras tahun ini, ujar Charoen Laothamatas, presiden Asosiasi Eksportir Beras Thailand, dalam pengarahan tersebut.
Dalam tujuh bulan pertama, Thailand mengirimkan 4,8 juta metrik ton, katanya, dengan ekspor bulanan sebesar 700.000 hingga 800.000 ton. Ekspor beras tahun lalu mencapai 7,71 juta ton.
"Pasar dunia sangat bergejolak karena adanya spekulasi di setiap pasar, yang mempengaruhi negara-negara yang tidak memiliki stok," katanya.
Harga ekspor beras Thailand mungkin akan naik 20 persen setelah larangan India, ujar Charoen.
Para eksportir enggan mengutip harga sambil menunggu kejelasan lebih lanjut dan kemungkinan akan menghentikan pengiriman untuk sementara waktu, ujar Chookiat Ophaswongse, presiden kehormatan Asosiasi Eksportir Beras Thailand.
"Sekarang kami khawatir dengan kontrak-kontrak lama yang akan dikirim dalam dua atau tiga minggu ke depan karena harga-harga cukup fluktuatif," ujarnya. "Tetapi ini seharusnya hanya sementara, sampai ada kejelasan lebih lanjut dari India."
Dua sumber perdagangan mengatakan pekan lalu bahwa beberapa eksportir beras di Thailand dan Vietnam sedang menegosiasikan ulang kontrak penjualan sekitar setengah juta metrik ton untuk pengiriman bulan Agustus 2023.
Pemerintah juga akan memastikan bahwa harga beras dalam negeri tidak akan naik terlalu tinggi, ujar Menteri Jurin, dan menambahkan bahwa inflasi diperkirakan akan tetap rendah.
"Karena ekspor beras tetap normal, konsumsi domestik belum terpengaruh, namun harga beras lebih tinggi, sehingga harga beras harus dikelola agar tetap pada tingkat yang sesuai," kata Jurin.
Harga beras saat ini mencapai rekor 12.000 baht (344,43 dolar AS) per metrik ton, ujarnya, dan produksi beras diperkirakan akan turun 5,6 persen per tahun menjadi 32,35 juta metrik ton tahun ini.