Selasa 08 Aug 2023 19:44 WIB

Kejahatan Junta Myanmar Terhadap Warga Sipil Semakin Intensif

Sejak junta merebut kekuasaan pada 2021, Myanmar telah terjerumus ke dalam kekacauan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Petugas polisi berjaga-jaga di belakang barikade yang memblokir jalan menuju bank sentral ketika para demonstran melakukan protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 16 Februari 2021. Junta militer Myanmar pada 16 Februari menghentikan layanan internet untuk hari kedua berturut-turut, sebagai protes terus berlanjut meskipun ada pengerahan pasukan dan kendaraan lapis baja di kota-kota besar.
Foto: EPA-EFE/NYEIN CHAN NAING
Petugas polisi berjaga-jaga di belakang barikade yang memblokir jalan menuju bank sentral ketika para demonstran melakukan protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 16 Februari 2021. Junta militer Myanmar pada 16 Februari menghentikan layanan internet untuk hari kedua berturut-turut, sebagai protes terus berlanjut meskipun ada pengerahan pasukan dan kendaraan lapis baja di kota-kota besar.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Kejahatan perang yang dilakukan oleh militer Myanmar, termasuk pengeboman warga sipil semakin intensif. Laporan Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar (IIMM), yang mencakup periode antara Juli 2022 dan Juni 2023 menyatakan, ada bukti kuat bahwa militer Myanmar dan milisi afiliasinya telah melakukan tiga jenis kejahatan perang terkait pertempuran dengan meningkatnya  frekuensi dan kelancangan.

Kejahatan ini termasuk penargetan warga sipil secara tidak proporsional dengan menggunakan bom, serta pembakaran rumah dan bangunan sipil, yang terkadang mengakibatkan kehancuran seluruh desa. Laporan itu juga mengutip pembunuhan warga sipil atau pejuang yang ditahan selama operasi.

Baca Juga

"Bukti kami menunjukkan peningkatan dramatis dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di negara ini, dengan serangan yang meluas dan sistematis terhadap warga sipil, dan kami sedang membangun berkas kasus yang dapat digunakan oleh pengadilan untuk meminta pertanggungjawaban pelaku individu," kata Ketua IIMM, Nicholas Koumjian.

Sejak junta merebut kekuasaan dua tahun lalu, Myanmar telah terjerumus ke dalam kekacauan. Gerakan perlawanan melawan militer bermunculan setelah penumpasan berdarah terhadap lawan yang membuat negara-negara Barat memberlakukan sanksi.

Seorang juru bicara junta tidak dapat dihubungi untuk mengomentari temuan oleh penyelidik PBB. Junta sebelumnya membantah telah terjadi kekejaman.

Junta mengatakan, pihaknya melakukan kampanye yang sah melawan teroris. Penyelidik PBB mengatakan, junta Myanmar mengetahui bahwa serangan mereka mengorbankan sejumlah besar warga sipil.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement