REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kantor berita pemerintah Iran melaporkan negara itu mengaku memiliki teknologi untuk membangun rudal jelajah supersonik. Pengumuman ini tampaknya akan memperdalam kekhawatiran Barat mengenai kapabilitas rudal Teheran.
Pengumuman ini disampaikan beberapa hari setelah laporan tibanya 3.000 pasukan angkatan laut dan Marinir AS di dua kapal perang AS di Laut Merah untuk mencegah Iran menyita dan mengganggu kapal dagang yang berlayar melalui Selat Hormuz di Teluk Arab.
"Rudal jelajah supersonik akan membuka lembaran baru di program pertahanan Iran, karena sangat sulit menghalau rudal jelajah yang terbang dengan kecepatan supersonik," kata kantor berita semi-resmi Tasnim, Rabu (9/8/2023).
"Rudal jelajah baru saat ini sedang menjalani ujicoba," tambahnya.
Walaupun terdapat perlawanan dari AS dan Eropa, tapi Iran mengatakan akan terus mengembangkan program rudal "defensif". Namun para pengamat militer Barat mengatakan Iran terkadang melebih-lebihkan kapabilitas rudalnya.
Iran yang memiliki program rudal terbesar di Timur Tengah, mengatakan senjatanya dapat menjangkau pangkalan-pangkalan negara musuh seperti Israel dan AS di kawasan.
Kekhawatiran pada program rudal Iran berkontribusi pada keputusan mantan Presiden AS Donald Trump menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018 lalu. Perundingan tak langsung antara Teheran dengan pemerintah Presiden Joe Biden terhenti dan tidak ada kemajuan sejak September tahun lalu.
Dalam kasus terbaru dari serangkaian insiden sejak 2019 pada bulan lalu, Angkatan Laut AS mengatakan mereka harus mengintervensi untuk mencegah Iran menyita dua kapal tanki komersial di Teluk Oman.
Bulan lalu Pentagon mengirim pesawat tempur F-35 dan F-16 tambahan bersama kapal perang ke Timur Tengah. Misi mereka untuk mengawasi perairan di kawasan untuk mencegah Iran menyita dan mengganggu kapal-kapal komersial.