REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengatakan, belum ada kerangka kerja yang disepakati untuk kesepakatan normalisasi Israel-Saudi. Pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengatakan, peelu lebih banyak diskusi sebelum potensi kesepakatan untuk menormalkan hubungan antara Arab Saudi dan Israel dapat dicapai.
Juru bicara Gedung Putih, John Kirby pada Rabu (9/8/2023) mengatakan, kedua negara belum menyetujui kerangka kerja bersama untuk negosiasi. Hal ini mengecilkan spekulasi atas kemungkinan kesepakatan yang mencakup jaminan keamanan AS untuk Arab Saudi.
“Masih banyak diskusi yang akan terjadi di sini. Tidak ada rangkaian negosiasi yang disepakati, tidak ada kerangka kerja yang disepakati untuk mengkodifikasi normalisasi atau pertimbangan keamanan lainnya yang kami dan teman kami miliki di wilayah tersebut," ujar Kirby, dilaporkan Aljazirah, Rabu.
Normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel telah menjadi fokus utama kebijakan pemerintahan Biden. Washington belum mengomentari secara spesifik potensi perjanjian normalisasi Israel-Saudi. Para pejabat AS mengatakan, mereka sedang berupaya membentuk pakta semacam itu.
Para kritikus mempertanyakan apakah membuat konsesi untuk memajukan kesepakatan adalah kepentingan AS, dan apakah kesepakatan akan mencakup keuntungan yang signifikan bagi Palestina. Kirby mengatakan, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu akan bertemu Biden di suatu tempat di AS akhir tahun ini. Tetapi Kirby tidak merinci apakah pertemuan akan dilakukan di Gedung Putih.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller mengatakan, telah ada percakapan produktif tentang kemungkinan kesepakatan Israel-Saudi. Dia mengharapkan lebih banyak pembicaraan akan dilakukan dalam beberapa minggu mendatang.
“Kami telah membuat kemajuan dalam sejumlah masalah. Saya tidak akan membahas apa kemajuannya, tetapi jalan masih panjang, dengan masa depan yang tidak pasti," kata Miller saat jumpa pers.
Di masa lalu, kemungkinan normalisasi dengan negara-negara Arab dipandang sebagai bentuk pengaruh yang dapat digunakan untuk mendapatkan konsesi dari Israel menuju pembentukan negara Palestina merdeka. Tetapi warga Palestina, pesimis normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel akan menghasilkan perubahan signifikan pada situasi mereka terutama dalam membentuk negara Palestina yang merdeka.
Israel terus memperluas pemukiman ilegal di wilayah pendudukan Palestina. Sementara gelombang kekerasan militer Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat menjadi yang paling mematikan dalam beberapa tahun.
AS telah mempromosikan kesepakatan normalisasi Israel sebagai bagian penting dari kebijakan Timur Tengahnya.
Pemerintahan Biden telah memberikan dukungannya terhadap Abraham Accords, yaitu perjanjian antara Israel dan negara-negara Arab yang dibentuk di bawah mantan presiden Donald Trump. Abraham Accord menjadi landasan Israel menormalkan hubungan dengan negara Arab.
Selama kunjungan ke Washington, DC bulan lalu, Presiden Israel Isaac Herzog berterima kasih kepada AS karena berupaya untuk membangun hubungan damai antara Israel dan Kerajaan Arab Saudi. “Kami berdoa agar momen ini datang,” kata Herzog saat berpidato di depan Kongres AS.
Sementara Pemerintah Saudi belum secara resmi mengubah posisinya dalam mendukung Inisiatif Perdamaian Arab, yang mensyaratkan pengakuan Israel untuk mendirikan negara Palestina dan menemukan solusi yang adil bagi para pengungsi Palestina. Pada akhir Juli, kolumnis New York Times, Thomas Friedman mengatakan, Biden sedang mengejar rencana yang melibatkan pemberian jaminan keamanan seperti NATO kepada Arab Saudi dan membantu kerajaan Teluk itu memulai program nuklir sipil.
Wartawan Axios, Barak Ravid juga melaporkan, Netanyahu mencari jaminan keamanan AS sebagai bagian dari dorongan untuk normalisasi. Dalam laporannya, Ravid menulis, para pejabat Israel mengatakan proposal tersebut akan fokus pada jaminan keamanan AS seputar ancaman Iran.
“Parameter pasti dari kesepakatan yang diusulkan Neyanyahu tidak diketahui,” kata Ravid dalam laporannya.