REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China menyampaikan penolakan terhadap hubungan resmi apa pun antara Amerika Serikat dan Taiwan dan mendesak Washington untuk mencabut perjanjian perdagangan bilateral dengan Taipei.
"Langkah AS melanggar prinsip satu-China dan tiga komunike bersama China-AS, bertentangan dengan komitmen AS sendiri untuk hanya menjalin hubungan tidak resmi dengan Taiwan," kata Kementerian Luar Negeri China dalam sebuah pernyataan, Kamis (10/8/2023).
Pada awal bulan ini, Presiden AS Joe Biden menandatangani perjanjian perdagangan bilateral pertama Washington dengan Taiwan. Kemenlu China mengatakan bahwa langkah itu dapat mengirimkan pesan yang salah kepada pasukan separatis yang mencari kemerdekaan Taiwan.
“China dengan teguh bertekad menjaga kedaulatan dan integritas wilayahnya," kata pernyataan itu.
"Kami mendesak AS untuk segera mengubah arah, menarik kembali apa yang mereka sebut sebagai Undang-Undang, berhenti mendorong berbagai negosiasi atau inisiatif, dan berhenti melangkah lebih jauh ke arah yang salah," tambahnya.
Gedung Putih pada Senin (7/8/2023) merilis sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa Biden telah menandatangani Prakarsa AS-Taiwan tentang Undang-Undang Pelaksanaan Perjanjian Pertama Perdagangan Abad ke-21.
Kedua belah pihak menyepakati perjanjian tersebut pada 1 Juni setelah adanya kesepakatan antara sebuah lembaga Amerika di Taiwan dan Kantor Perwakilan Ekonomi dan Budaya Taipei di AS. UU tersebut ditandatangani Biden beberapa hari setelah Senat AS menyetujui undang-undang tersebut.
China memandang Taiwan, yang memiliki pemerintahan demokratis, sebagai provinsi yang memisahkan diri. Sementara Taipei bersikeras ingin mempertahankan kemerdekaannya.
Sementara itu, AS menyatakan bahwa mereka menghormati kebijakan satu-China yang sudah lama ada. Namun, AS kerap melakukan kunjungan ke pulau itu, dengan anggota parlemen dan mantan pejabat AS melakukan perjalanan rutin ke Taiwan.
Menurut data Statista, nilai total perdagangan AS dengan Taiwan pada 2022 mencapai 136 miliar dolar AS (sekitar Rp 2.000 triliun).