REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, memerintahkan peningkatan produksi rudal dan senjata lainnya secara drastis. Seruan Kim ini berlangsung beberapa hari sebelum Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS) memulai latihan militer tahunan, yang dinilai oleh Korea Utara sebagai latihan invasi.
Dorongan Kim untuk memproduksi lebih banyak senjata muncul karena para pejabat AS percaya bahwa menteri pertahanan Rusia baru-baru ini berbicara dengan Korea Utara terkait penjualan lebih banyak senjata ke Rusia untuk perangn di Ukraina. Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) mengatakan, Kim mengunjungi pabrik yang memproduksi rudal taktis, platform peluncuran seluler, kendaraan lapis baja, dan peluru artileri pada 11-12 Agustus 2023.
KCNA mengatakan, selama singgah di pabrik rudal, Kim menetapkan tujuan untuk secara drastis meningkatkan kapasitas produksi sehingga fasilitas tersebut dapat memproduksi rudal secara massal untuk memenuhi kebutuhan unit militer garis depan.
“Tingkat kualitatif persiapan perang bergantung pada perkembangan industri amunisi dan pabrik memikul tanggung jawab yang sangat penting dalam mempercepat persiapan perang Tentara Rakyat Korea (Utara),” kata Kim.
Kim juga menyerukan untuk membangun truk peluncur rudal yang lebih modern. Dia mengatakan, ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan produksi peluru peluncur roket berkaliber besar pada tingkat eksponensial. Kim juga mengendarai kendaraan lapis baja tempur baru selama kunjungan pabrik.
Kim telah berfokus pada perluasan persenjataan nuklir dan misilnya, sejak diplomasi dengan mantan presiden AS Donald Trump runtuh pada 2019. Sejak awal 2022, militer Kim telah melakukan lebih dari 100 uji coba misil, banyak di antaranya atas nama memperingatkan AS dan Korea Selatan atas perluasan latihan militer gabungan mereka.
Korea Utara menyebut latihan gabungan AS-Korea Selatan sebagai praktik invasi. Namun AS dan Korea Selatan mengatakan, mereka tidak berniat menyerang Korea Utara.
Kim mengatakan, Korea Utara harus memiliki kekuatan militer yang luar biasa dan bersiap sepenuhnya untuk menghadapi perang apa pun dengan musuh. Banyak ahli mengatakan, Kim bertujuan menggunakan persenjataan senjata modernnya untuk merebut konsesi AS, seperti keringanan sanksi.
Awal bulan ini, Gedung Putih mengatakan, pejabat intelijen AS menduga bahwa Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu berbicara dengan pejabat Korea Utara tentang peningkatan penjualan amunisi ke Moskow untuk perang di Ukraina. Korea Utara membantah klaim Amerika bahwa mereka mengirim peluru artileri dan amunisi ke Rusia.
Korea Utara secara terbuka mendukung Rusia dan mengisyaratkan pengiriman pekerja untuk membantu membangun kembali wilayah yang diduduki Rusia di Ukraina. Kim telah berusaha untuk memperkuat hubungan dengan Cina dan Rusia dalam menghadapi kampanye tekanan yang dipimpin AS atas program nuklirnya dan kesulitan ekonomi terkait pandemi.