REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON – Pemerintah Selandia Baru akan mencabut sisa peraturan pencegahan penularan Covid-19 di negaranya mulai Selasa (15/8/2023) tengah malam waktu setempat. Perdana Menteri Selandia Baru Chris Hipkins menilai pencabutan itu merupakan momen bersejarah.
“Sementara jumlah kasus kami akan terus berfluktuasi, kami belum melihat puncak dramatis yang menandai tingkat Covid-19 tahun lalu. Hal ini, dipasangkan dengan tingkat kekebalan populasi, berarti Kabinet dan saya disarankan untuk menghapus persyaratan Covid-19 yang tersisa dengan aman,” kata Menteri Kesehatan Selandia Baru Ayesha Verrall, Senin (14/8/2023).
Dia mengungkapkan, mulai Selasa, warga Selandia Baru tidak lagi diharuskan memakai masker di fasilitas perawatan kesehatan. Kewajiban melakukan isolasi mandiri selama sepekan bagi individu tertular Covid-19 juga ditiadakan. Kendati demikian, Verrall tetap merekomendasikan masyarakat agar tetap tinggal di rumah selama lima hari jika tidak sehat atau dinyatakan positif.
Perdana Menteri Chris Hipkins mengatakan berakhirnya pembatasan secara formal adalah tonggak sejarah yang signifikan. “Saya yakin warga Selandia Baru bisa sangat bangga dengan apa yang telah kita capai bersama. Kita tinggal di rumah, kita berkorban, kita divaksinasi dan sama sekali tidak ada keraguan bahwa kita menyelamatkan nyawa,” ucap Hipkins dalam konferensi pers mingguannya.
Sebagian besar peraturan pembatasan sosial dan pencegahan penularan Covid-19 di Selandia Baru telah dicabut tahun lalu. Hal itu karena cakupan vaksinasi yang tinggi dan rumah sakit tak lagi menghadapi krisis penanganan pasien Covid-19 saat musim dingin.
Selandia Baru diakui secara global sebagai salah satu negara yang berhasil menangani pandemi Covid-19. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dari 3 Januari 2020 hingga 9 Agustus 2023, Selandia Baru telah melaporkan 2.364.304 kasus dengan korban meninggal sebanyak 3.229 jiwa.