Kamis 24 Aug 2023 00:15 WIB

Mengapa Populisme dan Nasionalisme Sayap Kanan Kian Populer?

Mereka cenderung anti-kemapanan dan anti-globalisasi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump merupakan contoh pemimpin populis dan nasionalis sayap kanan.
Foto: AP Photo/Robert F. Bukaty
Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump merupakan contoh pemimpin populis dan nasionalis sayap kanan.

REPUBLIKA.CO.ID, Populisme dan nasionalisme merupakan dua ideologi politik yang sedang naik daun dalam beberapa tahun terakhir. Kedua ideologi ini menarik bagi masyarakat yang merasa tertinggal oleh globalisasi dan ketimpangan ekonomi. Mereka juga cenderung curiga terhadap orang luar dan imigran.

Populisme adalah ideologi politik yang memperhatikan masyarakat biasa dan keprihatinan mereka. Populis sering menggambarkan diri mereka sebagai pembela "orang-orang pribumi" melawan elite. Mereka juga cenderung anti-kemapanan dan anti-globalisasi.

Sementara nasionalisme adalah ideologi politik yang menekankan pentingnya identitas dan persatuan nasional. Namun nasionalis sayap kanan sering percaya negara mereka lebih superior dari negara lain dan harus dilindungi dari pengaruh asing. Mereka juga cenderung curiga terhadap imigran dan pengungsi.

Munculnya populisme dan nasionalisme sayap kanan dapat dikaitkan dengan sejumlah faktor, seperti globalisasi, krisis ekonomi, media sosial dan ketakutan pada terorisme. Globalisasi menyebabkan peningkatan ketimpangan ekonomi dan kehilangan pekerjaan di beberapa negara. Menimbulkan rasa dendam di antara sebagian orang yang merasa ditinggalkan.

Sementara krisis keuangan global 2008 menyebabkan resesi yang dalam di banyak negara. Semakin memperburuk ketimpangan ekonomi dan menyebabkan penurunan kepercayaan pada establishment. Selain itu media sosial memudahkan para pemimpin populis dan nasionalis untuk menyebarkan pesan mereka dan terhubung dengan pemilih.

Munculnya terorisme juga menimbulkan rasa tidak aman di antara sebagian orang. Membuat mereka lebih mudah menerima pemimpin populis dan nasionalis yang berjanji melindungi negara mereka dari orang luar.

Munculnya populisme dan nasionalisme sayap kanan memiliki sejumlah konsekuensi negatif seperti meningkatnya polarisasi politik dan pengikisan demokrasi. Para pemimpin populis dan nasionalis sayap kanan sering menggunakan retorika yang memecah belah sehingga semakin mempolarisasi masyarakat. Mempersulit upaya menemukan titik temu dan menyelesaikan masalah.

Para pemimpin populis dan nasionalis sayap kanan juga sering menyerang institusi dan norma demokrasi. Dapat menyebabkan kemunduran demokrasi dan kebangkitan rezim otoriter. Para pemimpin populis dan nasionalis juga kerap menggunakan retorika yang mendorong kekerasan terhadap orang luar. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan konflik baik di dalam maupun antar negara.

Munculnya populisme dan nasionalisme adalah tantangan besar bagi tatanan global. Penting untuk memahami penyebab munculnya ini dan mengembangkan strategi untuk melawannya. Mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro dan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump merupakan contoh pemimpin populis dan nasionalis sayap kanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement