Ahad 27 Aug 2023 23:07 WIB

Iran Lanjutkan Pengayaan Uranium

Iran lanjutkan pengayaan uranium sesuai aturan dalam negerinya

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Seorang inspektur Badan Energi Atom Internasional memasang peralatan pengawasan, di Fasilitas Konversi Uranium Iran. Negara tersebut kembali melanjutkan pengayaan uranium
Foto: AP Photo/Mehdi Ghasemi, ISNA
Seorang inspektur Badan Energi Atom Internasional memasang peralatan pengawasan, di Fasilitas Konversi Uranium Iran. Negara tersebut kembali melanjutkan pengayaan uranium

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kepala badan nuklir Iran Mohammad Eslami mengatakan Iran melanjutkan pengayaan uraniumnya berdasarkan kerangka yang ditetapkan parlemen negara itu. Hal ini ia sampaikan saat ditanya mengenai laporan Iran memperlambat pengayaan uranium.

"Pengayaan nuklir kami berlanjut berdasarkan kerangka undang-undang strategis," kata Eslami pada Ahad (27/8/2023).

Baca Juga

Pada awal bulan ini surat kabar Amerika Serikat (AS) Wall Street Journal melaporkan Iran memperlambat pengayaan uranium yang hampir ke tingkat uranium dapat dijadikan senjata nuklir. Harian AS itu juga melaporkan Iran mencairkan persediaan uraniumnya.

Langkah yang dapat meredakan ketegangan dengan AS dan menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Pada tahun 2020 parlemen Iran meloloskan undang-undang yang mewajibkan pemerintah meningkatkan pengayaan uranium melewati batas yang ditetapkan JCPOA. Bila pihak lain dalam perjanjian itu tidak mematuhi kesepakatan.

Setelah mantan Presiden AS Donald Trump menarik AS dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi-sanksi ke Iran. Teheran mulai melanggar syarat-syarat yang ditetapkan perjanjian itu.

Berdasarkan kesepakatan Iran hanya dapat melakukan pengayaan uranium hingga 3,67 persen. Pada tahun 2021 lalu tingkat kemurnian uranium Iran mencapai 60 persen. Langkah ini membawa materi fisil mendekati tingkat yang dapat menjadikannya sebagai bom. Teheran bersikeras tidak pernah berniat membangun senjata nuklir.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement