REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang memberitahu Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) langkah Cina memberlakukan larangan impor produk bahari Jepang tidak bisa diterima. Langkah itu Cina ambil setelah Jepang melepaskan air Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (Fukushima) ke laut.
Hal ini Jepang sampaikan dalam bantahan terhadap pemberitahuan Cina ke WTO pada pada 31 Agustus lalu. Tokyo mengatakan akan menegaskan posisinya di komite WTO yang terkait dan mendesak Cina mencabut larangan ekspor tersebut.
Beberapa pejabat pemerintah Jepang memberi sinyal akan mengajukan keluhan ke WTO. Pekan lalu Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Jepang mengatakan AS akan mendukung langkah tersebut.
Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno mengatakan Jepang akan menjelaskan keamanan air yang dilepaskan di forum diplomasi. Termasuk di Pertemuan Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN) di Jepang dan pertemuan G20 di India pada bulan ini.
"Tidak ada yang diputus mengenai pertemuan pemimpin Jepang dan Cina," kata Matsuno yang merupakan juru bicara pemerintah, Selasa (5/9/2023).
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Perdana Menteri Cina Li Qiang menghadiri pertemuan ASEAN dan G20. Sementara Presiden Cina Xi Jinping akan melewatkan keduanya.
Dalam pernyataan terpisah Kementerian Luar Negeri Jepang juga meminta Cina menahan keputusan melarang impor berdasarkan ketentuan dalam perjanjian perdagangan Kemitraan Komprehensif Ekonomi Regional (RCEP).
Meski produk bahari kurang dari 1 persen dari total perdagangan Jepang di seluruh dunia. Namun Jepang mengekspor produk bahari senilai 600 juta dolar AS ke Cina pada tahun 2022. Menjadikan Negeri Tirai Bambu pasar produk bahari terbesar Jepang.
Data hari Selasa menunjukkan ekspor produk bahari Jepang ke Cina pada bulan Juli turun untuk pertama kalinya dalam 2 setengah tahun. Turun 23 persen tahun-ke-tahun menjadi 7,7 miliar yen atau 52,44 juta dolar AS.
Produk-produk ke Cina harus menjalani pemeriksaan yang lebih ketat sejak Jepang mengumumkan rencananya untuk membuang air olahan Fukushima, sehingga memperlambat pengiriman.
Untuk mengurangi dampak hilangnya permintaan makanan laut, Jepang akan menghabiskan lebih dari 100 miliar yen 682 juta dolar AS untuk mendukung industri perikanan dalam negeri.