Jumat 08 Sep 2023 16:07 WIB

Cina akan Atur Cara Warganya Berpakaian

Bagi warga yang melanggar aturan berpakaian dapat dihukum denda, bahkan penjara.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Orang-orang yang memakai masker berjalan di sepanjang jalan di kawasan pusat bisnis di Beijing, 22 Maret 2023.
Foto: AP Photo/Mark Schiefelbein
Orang-orang yang memakai masker berjalan di sepanjang jalan di kawasan pusat bisnis di Beijing, 22 Maret 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Cina sudah menyiapkan rancangan undang-undang (RUU) berisi larangan bagi masyarakat untuk berbicara dan berpakaian yang 'merugikan spirit rakyat Cina' atau 'melukai perasaan bangsa Cina'. Jika RUU tersebut diratifikasi, pelaku pelanggaran dapat dihukum denda, bahkan penjara.

RUU itu telah memicu perdebatan di Cina. Banyak warga menyuarakan kritik dan protes di media sosial atas RUU tersebut karena dianggap berlebihan serta tidak masuk akal. Dalam RUU dinyatakan bahwa orang yang mengenakan atau memaksa orang lain mengenakan pakaian dan simbol yang 'merusak semangat atau melukai perasaan bangsa Cina' dapat ditahan hingga 15 hari serta didenda hingga 5.000 yuan.

Baca Juga

Tak hanya masalah tata busana, RUU tersebut juga memperketat hak kebebasan berbicara warga Cina. Dalam RUU dinyatakan mereka yang membuat atau menyebarkan artikel atau pidato yang 'merusak semangat atau melukai perasaan bangsa Cina' dapat ditahan hingga 15 hari serta didenda hingga 5.000 yuan.

Perubahan hukum yang diusulkan juga melarang 'penghinaan, fitnah atau pelanggaran terhadap nama pahlawan dan martir setempat' serta vandalisme terhadap patung peringatan mereka. Di media sosial, masyarakat Cina mempertanyakan bagaimana aparat penegak hukum dapat secara sepihak menentukan kapan 'perasaan' suatu negara 'terluka'.

"Apakah mengenakan jas dan dasi akan dihitung (sebagai pelanggaran)? Marxisme berasal dari Barat. Apakah kehadirannya di Cina juga dianggap menyakiti perasaan nasional," kata salah seorang pengguna Weibo, platform media sosial mirip X (Twitter) di Cina, dikutip laman BBC, Kamis (7/9/2023).

Sejumlah pakar hukum di Negeri Tirai Bambu juga mengkritik kalimat yang tidak jelas dalam RUU tersebut. Mereka menilai, jika disahkan, UU itu nantinya rawan disalahgunakan. “Bagaimana jika penegak hukum, biasanya petugas polisi, memiliki interpretasi pribadi atas rasa sakit hati tersebut dan memulai penilaian moral terhadap orang lain di luar cakupan hukum,” tulis Zhao Hong, seorang profesor hukum di Universitas Ilmu Politik dan Hukum Cina dalam sebuah artikel yang dirilis pada Rabu (6/9/2023) lalu.

Menurut Zhao, kurangnya kejelasan dalam RUU dapat menyebabkan pelanggaran hak-hak pribadi. Dia mengutip satu kasus yang sempat menjadi berita utama di Cina tahun lalu. Kala itu seorang wanita berkimono ditahan di kota Suzhou.

Dia dituduh menimbulkan pertikaian dan memprovokasi masalah karena mengenakan pakaian Jepang. Insiden itu memicu kemarahan di media sosial Cina.

“Mengenakan kimono berarti melukai perasaan bangsa Cina, memakan makanan Jepang berarti membahayakan semangatnya? Kapan perasaan dan semangat bangsa Cina yang telah teruji oleh waktu menjadi begitu rapuh?” tulis seorang komentator sosial online populer, yang menulis dengan nama pena Wang Wusi.

Pada Maret lalu, polisi Cina juga pernah menahan seorang wanita yang mengenakan replika seragan militer Jepang di pasar malam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement