REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gempa berkekuatan 6,8 skala Richter yang mengguncang Maroko pada Jumat (8/9/2023) malam telah menewaskan sedikitnya 296 jiwa. Namun belum ada laporan tentang adanya warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban.
“KBRI Rabat telah berkoordinasi dengan otoritas setempat dan komunitas Indonesia. Hingga saat ini tidak terdapat informasi adanya korban WNI,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika, Sabtu (9/9/2023).
“Delegasi Indonesia di Marrakesh yang sedang mengikuti The 10th International Conference on UNESCO Global Geoparks 2023, juga terpantau aman,” tambah Judha dalam keterangannya.
Judha mengungkapkan, KBRI Rabat akan terus memantau perkembangan situasi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak mengenai kemungkinan adanya WNI yang terdampak gempa. Dia mengatakan terdapat sekitar 500 WNI yang tinggal dan menetap di Maroko. Hotline KBRI Rabat dapat dihubungi pada nomor +212 661 095 995.
Judha mengatakan, jumlah korban tewas akibat gempa yang diumumkan Kementerian Dalam Negeri Maroko sudah mencapai 296 jiwa. Jumlah tersebut merupakan penghitungan hingga Sabtu pukul 02:00 waktu setempat.
Menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), gempa melanda Maroko pada Jumat malam pukul 23:11 waktu setempat. Guncangan gempa bermagnitudo 6,8 berlangsung selama beberapa detik. Terdapat gempa susulan berkekuatan 4,9 skala Richter 19 menit kemudian.
Pusat gempa dilaporkan berada di dekat kota Ighil di Provinsi Al Haouz, sekitar 70 kilometer selatan Marrakesh. Menurut USGS, pusat gempa berada di 18 kilometer di bawah permukaan bumi. Sementara badan seismic Maroko menyebut pusat gempa berada pada kedalaman delapan kilometer.
Pasca gempa, warga Maroko mengunggah video-video yang memperlihatkan dampak gempa. Guncangan gempa menghancurkan bangunan dari desa-desa di Pegunungan Atlas hingga kota bersejarah Marrakesh. Bagian dari tembok merah terkenal yang mengelilingi kota tua di Marrakesh yang merupakan situs Warisan Dunia UNESCO, rusak,
Dilansir laman The Associated Press, gempa bumi relatif jarang terjadi di Afrika Utara. Kepala Departemen Pemantauan dan Peringatan Seismik di Institut Geofisika Nasional Lahcen Mhanni mengatakan kepada 2M TV bahwa gempa tersebut merupakan yang terkuat yang pernah tercatat di kawasan pegunungan. Pada 1960, gempa berkekuatan 5,8 skala Richter melanda dekat kota Agadir di Maroko dan menyebabkan ribuan kematian.
Gempa Agadir mendorong perubahan peraturan konstruksi di Maroko. Namun banyak bangunan, terutama rumah di pedesaan, tidak dibangun untuk menahan guncangan tersebut. Pada 2004, gempa bumi berkekuatan 6,4 skala Richter di dekat kota pesisir Mediterania Al Hoceima menyebabkan lebih dari 600 orang tewas.