REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING --- Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan pada Selasa, (12/9/2023), bahwa perekonomian negaranya tahan banting dan tidak akan runtuh. Hal itu disampaikan untuk menolak klaim-klaim dari analis dan ekonom Barat bahwa ekonomi negara tirai bambu ini sedang goyah dan dapat menyebabkan masalah yang lebih luas.
"Tampaknya akan ada berbagai teori tentang keruntuhan Cina sesekali," kata Mao Ning, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, dalam sebuah konferensi pers rutin.
Pernyataan itu sebagai bantahan dari para pejabat dari beberapa negara termasuk Australia dan Amerika Serikat. Pejabat dan ekonom Barat telah secara terbuka menyuarakan kekhawatiran mereka mengenai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini.
Presiden AS Joe Biden menyebut situasi ekonomi Cina sebagai krisis, sementara Menteri Keuangan Australia Jim Chalmers mengatakan perlambatan ekonomi Cina dapat membebani ekonomi Australia.
"Faktanya adalah bahwa ekonomi Tiongkok tidak runtuh," tambah Mao, tanpa menyebut nama Biden atau Chalmers.
Mao mengatakan ekonomi Cina memiliki potensi yang besar dan bahwa dasar-dasar perbaikan jangka panjang tidak berubah. "Kami percaya diri dan mampu mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan sehat," ujar Mao menambahkan.
Pemulihan ekonomi Cina setelah pembatasan Covid-19 yang keras selama tiga tahun, diakui memang telah kehilangan momentum. Namun segera bangkit setelah awal yang baik di kuartal pertama, walau dicengkeram oleh lemahnya belanja konsumen dan penurunan properti yang semakin dalam.
Analis yang disurvei oleh Reuters mengatakan ekonomi Cina akan tumbuh 5,0 persen tahun ini, lebih rendah dari 5,5 persen yang diperkirakan dalam survei bulan Juli 2023.