REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI – Otoritas Libya telah membuka penyelidikan atas peristiwa runtuhnya dua bendungan ketika badai Daniel melanda negara tersebut pada 10 September 2023 lalu.
Ambrolnya dua bendungan mengakibatkan korban tewas akibat badai melonjak melampaui 11 ribu jiwa. Sementara korban hilang mencapai lebih dari 10 ribu orang.
Jaksa Agung Libya al-Sediq al-Sour mengatakan, pihaknya akan menginvestigasi runtuhnya dua bendungan yang dibangun pada tahun 1970-an tersebut, serta alokasi dana pemeliharaannya. Dia mengatakan jaksa bakal menyelidiki otoritas lokal saat ini dan pemerintahan sebelumnya.
“Saya meyakinkan warga bahwa siapa pun yang melakukan kesalahan atau kelalaian, jaksa pasti akan mengambil tindakan tegas, mengajukan kasus pidana terhadapnya dan mengirimnya ke pengadilan,” ujar al-Sour dalam konferensi pers di Derna pada Jumat (15/9/2023) malam.
Derna adalah kota pesisir di Libya yang paling parah terdampak badai dan hancurnya dua bendungan. Belum diketahui bagaimana penyelidikan jebolnya dua bendungan di dekat Derna akan dilakukan.
Sebab saat ini Libya diketahui masih dibekap perang saudara. Terdapat dua pihak yang mengklaim pemerintahan di negara tersebut. Satu berbasis di Tripoli, dan lainnya berbasis di Tobruk.
Sebuah laporan oleh badan audit Libya pada 2021 mengungkapkan, kedua bendungan yang ambrol tidak dipelihara. Padahal terdapat alokasi lebih dari 2 juta dolar untuk pemeliharaan serta perawatan pada tahun 2012 dan 2013. S
ebuah perusahaan Turki dikontrak pada 2007 untuk melakukan pemeliharaan terhadap kedua bendungan tersebut serta membangun bendungan lain di antaranya. Perusahaan Turki terkait, yakni Arsel Construction Company Limited, mengatakan di situs webnya bahwa mereka telah menyelesaikan pekerjaannya pada November 2012. Perusahaan tersebut tidak menanggapi email yang meminta komentar lebih lanjut.
Pada 10 September 2023 lalu, badai Daniel yang menerjang Libya menyebabkan banjir besar di wilayah timur negara tersebut. Namun daerah yang paling parah terkena dampaknya adalah Derna.
Saat badai menghantam kota pesisir itu pada Ahad malam, warga mengatakan mereka mendengar ledakan keras. Ledakan tersebut berasal dari dua bendungan yang jebol dan dan ambrol.
Air banjir mengalir ke Wadi Derna, sebuah lembah yang membelah Derna. Tak hanya menghancurkan bangunan-bangunan, banjir juga menghanyutkan orang-orang ke laut.
Menurut Ketua Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Petteri Taalas, sebagian besar korban jiwa sebenarnya bisa dihindari. “Jika layanan meteorologi beroperasi normal, mereka bisa saja mengeluarkan peringatan. Otoritas manajemen darurat akan mampu melakukan evakuasi,” ucapnya kepada awak media di Jenewa, Swiss, Kamis (14/9/2023) lalu.
Awal pekan ini WMO mengungkapkan bahwa Pusat Meteorologi Nasional Libya mengeluarkan peringatan 72 jam sebelum banjir. Mereka memberitahukan semua otoritas pemerintah melalui email dan media.
Para pejabat di Libya timur juga memperingatkan masyarakat tentang badai yang akan datang. Sehari sebelum badai menerjang, para pejabat Libya telah memerintahkan penduduk untuk mengungsi dari daerah pesisir. Namun tidak ada peringatan mengenai runtuhnya bendungan tersebut.
Proses penguburan jenazah di Derna mulai dilakukan. Penguburan dilakukan secara massal.
Tim penyelamat juga masih mencari korban di reruntuhan bangunan di pusat kota. Terdapat pula tim penyelam yang menyisir laut di dekat Derna untuk mencari jasad korban.
Korban yang terkubur di bawah lumpur dan puing-puing serta tumpukan mobil belum dapat diperkirakan jumlahnya. Tim penyelamat kesulitan membawa peralatan berat ketika banjir menghanyutkan atau memblokir jalan menuju daerah tersebut.