Rabu 20 Sep 2023 20:47 WIB

Presiden Iran Desak AS Tunjukkan Niat Kembali ke Perjanjian Nuklir

Iran didesak untuk menghentikan kerja sama militernya dengan Rusia.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
File foto 1 September 2014 ini, menunjukkan reaktor riset nuklir di markas besar Organisasi Energi Atom Iran, yang online dengan bantuan Amerika pada tahun 1967 - sebelum Revolusi Islam Iran tahun 1979 merenggangkan hubungan antara kedua negara, di Teheran.
Foto: AP Photo/Vahid Salemi
File foto 1 September 2014 ini, menunjukkan reaktor riset nuklir di markas besar Organisasi Energi Atom Iran, yang online dengan bantuan Amerika pada tahun 1967 - sebelum Revolusi Islam Iran tahun 1979 merenggangkan hubungan antara kedua negara, di Teheran.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan pada Selasa (19/9/2023), bahwa negaranya tidak akan pernah melepaskan haknya untuk memiliki energi nuklir untuk tujuan damai. Dia mendesak Amerika Serikat (AS) untuk menunjukkan dengan cara yang dapat diverifikasi bahwa mereka ingin kembali ke perjanjian nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Saat berbicara pada pertemuan tingkat tinggi tahunan Majelis Umum PBB, Raisi mengatakan, penarikan AS dari perjanjian itu menginjak-injak komitmennya. Tindakan tersebut dinilai sebagai tanggapan yang tidak tepat terhadap pemenuhan komitmen Teheran.

Presiden AS saat itu Donald Trump secara sepihak menarik AS keluar dari perjanjian tersebut pada 2018. Dia kemudian memulihkan sanksi yang melumpuhkan ekonomi Iran.

Sebagai balasan, Iran pun mulai melanggar ketentuan perjanjian setahun kemudian. Pembicaraan formal di Wina untuk mencoba memulai kembali perjanjian tersebut gagal pada Agustus 2022.

Iran telah lama membantah pernah berupaya membuat senjata nuklir dan terus bersikeras bahwa programnya sepenuhnya untuk tujuan damai. Poin ini pun kembali ditegaskan Raisi dalam pidato di Majelis Umum PBB.

Dalam kesempatan itu, Raisi menekankan, senjata nuklir tidak memiliki tempat dalam doktrin pertahanan dan doktrin militer Iran. Namun, pernyataan ini patut diragukan karena pemerintah Iran menghilangkan banyak kamera dan sistem pemantauan elektronik yang dipasang oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

Kondisi itu disampaikan oleh kepala nuklir PBB Rafael Grossi mengatakan sehari sebelum pidato Raisi di depan anggota PBB lainnya. Grossi sebelumnya telah memperingatkan bahwa Teheran memiliki cukup uranium yang diperkaya untuk beberapa” bom nuklir jika mereka memilih untuk membuatnya.

Direktur jenderal IAEA itu mengatakan, telah meminta untuk bertemu Raisi untuk mencoba membatalkan larangan Teheran yang tidak beralasan terhadap sebagian besar inspektur badan tersebut.

Raisi tidak menyebutkan nama inspektur IAEA tetapi Uni Eropa (UE) mengeluarkan pernyataan pada Selasa malam yang mengatakan, bahwa diplomat utamanya Josep Borrell bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian.

Mereka membahas kesepakatan nuklir dan para inspektur IAEA. Kedua perwakilan juga membicarakan penahanan sewenang-wenang Iran terhadap banyak warga negara UE termasuk berkewarganegaraan ganda.

Pada pertemuannya dengan Amirabdollahian, UE mengatakan, Borrell mendesak Iran untuk mempertimbangkan kembali keputusannya untuk melarang beberapa inspektur nuklir berpengalaman dan meningkatkan kerja sama dengan IAEA.

Borrell kembali mendesak pemerintah Iran untuk menghentikan kerja sama militernya dengan Rusia. Negara-negara Barat mengatakan Iran telah memasok drone militer ke Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina tetapi hal ini dibantah oleh Iran.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement