REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Turki mendukung upaya normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi. Hal ini diungkapkan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dalam pertemuan tertutup dengan para analis dan jurnalis di New York pada Senin (18/9/2023).
“Turki memandang positif upaya normalisasi kedua negara,” kata Erdogan dilaporkan Middle East Eye mengutip dua sumber yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Selama berbulan-bulan, Washington telah memimpin upaya untuk mencapai kesepakatan diplomatik antara Arab Saudi dan Israel. Arab Saudi telah menawarkan normalisasi hubungan dengan Israel sejak tahun 2002 berdasarkan Rencana Perdamaian Arab, yang menyerukan kemerdekaan negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Sumber Turki mengatakan, Turki mendukung penurunan ketegangan di kawasan. “Dukungan Turki saat ini terhadap normalisasi hanyalah kelanjutan dan cerminan dari kebijakan umum tersebut. Normalisasi ini bisa menjadi pengaruh politik untuk mendorong Israel bertindak lebih cerdas di kawasan," kata sumber itu.
Sebagai imbalan atas normalisasi hubungan, Arab Saudi menginginkan jaminan keamanan dari Amerika Serikat, bantuan dalam mengembangkan program nuklir sipil, dan lebih sedikit pembatasan terhadap penjualan senjata AS. Kendati isu Palestina tidak dianggap sebagai hal yang penting dalam perjanjian tersebut, namun salah satu komponen dari perjanjian tersebut akan mencakup kemungkinan manfaat bagi Palestina. Sumber Turki mengatakan, kesepakatan itu mungkin memberikan pengaruh positif bagi kepemimpinan Israel untuk menekan mereka mengenai masalah Palestina.
“Hal ini dapat membuat Turki merasa nyaman dalam hubungannya dengan Israel, karena hal ini kemungkinan akan mengurangi ketegangan dengan Palestina. Karena Ankara merasa harus menanggapi Israel setiap kali mereka bertindak melawan Palestina," ujar sumber itu.
Sebuah laporan media Saudi pada akhir pekan mengklaim bahwa Riyadh menghentikan pembicaraan dengan Israel karena ketidaksukaannya terhadap pemerintahan sayap kanan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Departemen Luar Negeri AS dengan cepat dan tegas menepis laporan itu.
"Pembicaraan sedang berlangsung, dan kami menantikan pembicaraan lebih lanjut dengan kedua pihak," ujar Departemen Luar Negeri AS.