REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Aksi penyangkalan Israel atas eksistensi Palestina kembali terjadi. Momen terbaru terjadi ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato di Majelis Umum PBB, Jumat (22/9/2023). Pada kesempatan itu, Netanyahu menunjukkan sebuah peta bertuliskan “Timur Tengah Baru (The New Middle East)” yang menunjukkan Tepi Barat dan Jalur Gaza menjadi bagian dari Israel.
Dilaporkan laman Middle East Eye, saat berpidato, Netanyahu juga menunjukkan sebuah peta lain, yakni peta Israel ketika berdiri pada 1948. Namun dalam peta tersebut, wilayah Palestina sudah tercakup sebagai teritorial Israel. Padahal hingga saat ini, Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, serta Jalur Gaza masih dinyatakan sebagai wilayah yang diduduki atau diokupasi.
Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, Netanyahu membahas tentang perkembangan normalisasi diplomatik Israel dengan dunia Arab. Dia mengatakan, Palestina tidak berhak melarang perjanjian perdamaian negara-negara Arab dengan Israel.
“Lebih banyak perdamaian antara Israel dan negara-negara Arab akan meningkatkan prospek terciptanya perdamaian antara Israel dan Palestina,” ujarnya.
Kendati demikian, Netanyahu menambahkan, hal itu tidak berarti memberikan “hak veto” kepada Palestina atas negara-negara Arab yang membangun normalisasi diplomatik dengan Israel. Pada kesempatan itu, Netanyahu pun menyinggung tentang Abraham Accords, yakni kesepakatan perdamaian Israel dengan Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), Sudan, dan Maroko yang tercapai pada 2020. “Abraham Accords menandai dimulainya era baru perdamaian,” ucapnya.
Dia kemudian mengutarakan optimisme bahwa Israel dapat menjalin normalisasi diplomatik dengan Arab Saudi. “Saya yakin kami sedang berada di titik puncak terobosan yang lebih dramatis; perdamaian bersejarah antara Israel dan Arab Saudi,” ujar Netanyahu.
Netanyahu memuji mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump karena telah berperan besar dalam menjembatani kesepakatan Abraham Accords. Sementara untuk kepentingan normalisasi dengan Saudi, Netanyahu berharap Israel dapat memperoleh bantuan dari pemerintahan Presiden Joe Biden. “Saya yakin kami bisa mencapai perdamaian dengan Arab Saudi dengan kepemimpinan Presiden Biden,” katanya.
Penyangkalan Eksistensi Palestina
Aksi penyangkalan eksistensi Palestina oleh Israel sudah berulang kali terjadi. Pada 19 Maret 2023 lalu, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menghadiri sebuah pertemuan di Paris, Prancis. Dalam acara tersebut, dia menyampaikan tidak ada yang namanya bangsa Palestina. “Tidak ada Palestina, karena tidak ada orang Palestina,” ujarnya mengutip aktivis Zionis Prancis-Israel Jacques Kupler.
Smotrich kemudian mengungkapkan, menurut alkitabiah, tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan untuk Israel. Oleh karena itu, dia mengklaim, tanah pendudukan Palestina sebagai kebenaran sejarah.
“Setelah 2.000 tahun Tuhan mengumpulkan umat-Nya. Orang-orang Israel kembali ke rumah. Ada orang Arab di sekitar yang tidak menyukainya. Jadi apa yang mereka lakukan? Mereka mengarang orang fiktif dan mengklaim hak fiktif atas tanah Israel, hanya untuk melawan gerakan Zionis. Itu adalah kebenaran sejarah, itu adalah kebenaran alkitabiah,” ucap Smotrich.
Dalam acara di Paris itu, Smotrich berpidato di sebuah podium yang menampilkan peta yang disebut Israel Raya. Peta itu mencakup wilayah pendudukan Tepi Barat, Dataran Tinggi Golan, Jalur Gaza, dan wilayah Yordania.