Ahad 24 Sep 2023 07:40 WIB

Muslim Belanda Bereaksi Atas Pengawasan Rahasia Negara

Akibat rasisme, kepercayaan umat Islam terhadap negara telah terkikis.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Pemimpin gerakan anti-Islam Pegida cabang Belanda, Edwin Wagensveld merobek salinan Alquran sebagai bagian dari demonstrasi gerakan Pegida di depan kedutaan Turki, di Den Haag, Belanda, Jumat (18/8/2023). Swedia dan Denmark sama-sama mendapat tekanan dalam beberapa pekan terakhir, menyusul pembakaran kitab suci umat Islam, yang memicu ketegangan diplomatik dengan beberapa negara mayoritas Muslim.
Foto: EPA-EFE/RAMON VAN FLYMEN
Pemimpin gerakan anti-Islam Pegida cabang Belanda, Edwin Wagensveld merobek salinan Alquran sebagai bagian dari demonstrasi gerakan Pegida di depan kedutaan Turki, di Den Haag, Belanda, Jumat (18/8/2023). Swedia dan Denmark sama-sama mendapat tekanan dalam beberapa pekan terakhir, menyusul pembakaran kitab suci umat Islam, yang memicu ketegangan diplomatik dengan beberapa negara mayoritas Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, ROTTERDAM -- Umat Islam di Belanda bereaksi terhadap penyelidikan rahasia negara terhadap umat Islam dan lembaga-lembaga Islam. Kepala Contact Body for Muslims and Government (CMO) di Belanda Muhsin Koktas mengatakan, tidak terkejut dengan penyelidikan rahasia setelah meningkatnya Islamofobia dan rasisme di negara itu dan Eropa setelah 2010.

“Tidak sia-sia ketidakpercayaan umat Islam terhadap pemerintah terus meningkat akhir-akhir ini, dan tampaknya negara juga tidak mempercayai umat Islam, itulah sebabnya mereka melakukan penyelidikan ini,” kata Koktas dikutip dari Anadolu Agency.

Baca Juga

“Skandal yang muncul dalam diskusi dan pertemuan Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan pada 2022 untuk mendapatkan kembali kepercayaan umat Islam dan otoritas lembaga Islam sangatlah signifikan," ujarnya.

Koktas menyatakan, Islamofobia dan rasisme dapat diamati di semua institusi pemerintah. "Sementara Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan berupaya mendapatkan kembali kepercayaan umat Islam dan mengadakan diskusi, di sisi lain, Menteri Hukum dan Keamanan Dilan Yesilgoz mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi jilbab dalam seragam polisi dan melarangnya," katanya.

Menurut Koktas, ada pula insiden rasisme di Kementerian Luar Negeri hingga skandal diskriminasi sistematis di kantor pajak. "Ini hanyalah sebagian dari insiden rasisme dan diskriminasi yang terjadi di banyak instansi pemerintah," ujar perwakilan CMO itu.

Koktas menjelaskan, akibat rasisme dan diskriminasi di lembaga-lembaga pemerintah, kepercayaan umat Islam terhadap negara telah sangat terkikis. Pekerjaan yang dilakukan oleh Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan untuk mendapatkan kembali kepercayaan umat Islam dinilai tidak boleh terbatas pada satu kementerian saja.

Kepercayaan itu juga harus dilakukan di semua lembaga pemerintah dan semuanya harus memiliki pemikiran yang sama untuk melakukan perbaikan. Koktas menegaskan, dalam masyarakat dengan rasisme meningkat, penting bagi masyarakat yang sensitif untuk mendukung upaya ini.

"Mendapatkan kepercayaan dari umat Islam tidak akan mudah. Mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun," ujar Koktas.

Pemimpin People's Party for Freedom and Democracy (VVD) Yesilgoz mengatakan sebelumnya, akan berkoalisi dengan  Party for Freedom (PVV) yang dipimpin oleh sayap kanan Geert Wilders. Setelah pemilihan umum yang diadakan pada 22 November, mereka dapat membentuk sebuah pemerintahan koalisi.

"Saya bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana kepercayaan umat Islam akan diperoleh jika pemerintahan seperti itu terbentuk,” kata Kokatas.

Koktas mengimbau umat Islam....

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement