Selasa 26 Sep 2023 10:34 WIB

AS Tolak Izin Diplomat Senior Iran untuk Kunjungi Washington

AS hanya mengizinkan pejabat Iran melakukan perjalanan ke New York untuk urusan PBB.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Hubungan Amerika dan Iran (ilustrasi)
Foto: WORLDMATHABA.NET
Hubungan Amerika dan Iran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) telah menolak izin diplomat senior Iran untuk mengunjungi Washington. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matt Miller, pada Senin (25/9/2023), mengatakan Foggy Bottom menolak permintaan mantan wakil menteri luar negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian untuk mengunjungi bagian kepentingan konsuler Iran di Washington, DC, dengan alasan penahanan warga Amerika oleh Iran.

Pekan lalu, lima warga Amerika dibebaskan dari Iran, dengan imbalan pembebasan lima warga Iran dari tahanan AS dan pencairan dana Iran senilai 6 miliar dolar AS di luar negeri. Amir-Abdollahian berada di New York untuk menghadiri sidang tahunan Majelis Umum PBB pekan lalu dan berusaha mengunjungi Washington. 

Baca Juga

Namun, pejabat atau diplomat yang terkena sanksi dari negara tertentu seringkali diberikan izin untuk bergerak bebas di sekitar wilayah tertentu di New York.  Pemerintahan mantan presiden Donald Trump hanya mengizinkan pejabat Iran mengunjungi beberapa lingkungan di New York.

Miller mengatakan, AS hanya mengizinkan pejabat Iran dan pejabat pemerintah asing lainnya melakukan perjalanan ke New York untuk urusan PBB. “Tetapi kami tidak memiliki kewajiban untuk mengizinkan mereka melakukan perjalanan ke Washington, DC,” kata Miller.

“Mengingat Iran melakukan penahanan yang salah terhadap warga AS, mengingat negara Iran mensponsori terorisme, kami tidak yakin bahwa dalam hal ini pantas atau perlu untuk mengabulkan permintaan (Amir-Abdollahian) tersebut," kata Miller, dilaporkan Al Arabiya.

Hubungan antara Amerika Serikat dan Iran, yang merupakan musuh selama lebih dari 40 tahun, menjadi sangat buruk sejak Trump pada 2018 mengingkari kesepakatan untuk mengekang program nuklir Iran dan menerapkan kembali sanksi AS. Washington mencurigai program tersebut mungkin bertujuan untuk mengembangkan senjata nuklir  yang dapat mengancam Israel atau sekutu AS di Teluk Arab.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken membiarkan pintu terbuka untuk diplomasi mengenai senjata nuklir. Blinken menggambarkan persoalan nuklir sebagai masalah nomor satu yang menjadi perhatian.

“Saat ini, kami belum melakukan hal tersebut, namun kami akan melihat di masa depan apakah ada peluang,” kata Blinken kepada wartawan di New York.

Para analis AS menyuarakan keraguan bahwa akan ada kemajuan dalam masalah nuklir atau isu lainnya seiring dengan pertukaran tahanan. “Pertukaran tahanan kemungkinan membuka jalan bagi diplomasi tambahan seputar program nuklir pada musim gugur ini, meskipun prospek untuk benar-benar mencapai kesepakatan sangat kecil,” kata Henry Rome dari Washington Institute for Near East Policy.

Sebagai bukti bahwa pertukaran tahanan tidak mengubah sikap AS terhadap Iran, Presiden AS Joe Biden mengumumkan sanksi baru AS terhadap mantan presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan kementerian intelijen Iran karena keterlibatan dalam penahanan yang salah.  “Kami akan terus mengenakan sanksi pada Iran atas tindakan provokatif mereka di wilayah tersebut,” kata Biden.

Biden berterima kasih kepada pemerintah Qatar, Oman, Swiss dan Korea Selatan atas bantuan mereka dalam menjamin pembebasan tersebut. Qatar memediasi pembicaraan tidak langsung AS-Iran mengenai para tahanan. Sementara Swiss membantu transfer dana dari Korea Selatan ke Qatar. Swiss mewakili kepentingan AS di Teheran, karena Amerika Serikat dan Iran tidak memiliki hubungan diplomatik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement