Selasa 26 Sep 2023 19:08 WIB

Atlet Muslimah Prancis Dilarang Berhijab Saat Berlaga di Olimpiade Paris

Tidak ada anggota delegasi Prancis yang diizinkan mengenakan hijab dalam Olimpiade

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Pemerintah Prancis memutuskan melarang atlet perempuan Muslim asal negaranya berhijab saat berlaga di Olimpiade Paris 2024.
Foto: AP/Francois Mori
Pemerintah Prancis memutuskan melarang atlet perempuan Muslim asal negaranya berhijab saat berlaga di Olimpiade Paris 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Pemerintah Prancis memutuskan melarang atlet perempuan Muslim asal negaranya berhijab saat berlaga di Olimpiade Paris 2024. Pengumuman tersebut telah memicu pro dan kontra di negara tersebut.

Menteri Olahraga Prancis Amelie Oudea-Castera mengatakan, tidak ada anggota delegasi Prancis yang diizinkan mengenakan hijab dalam Olimpiade Paris. Dia menegaskan, sekularisme yang dianut Prancis harus turut diterapkan di bidang olahraga.

Baca Juga

“Kami setuju dengan keputusan sistem peradilan baru-baru ini yang juga diungkapkan dengan jelas oleh Perdana Menteri, mendukung sekularisme yang ketat dalam olahraga. Artinya pelarangan segala bentuk dakwah dan netralitas sektor publik. Artinya, anggota delegasi kami, di tim olahraga kami, tidak akan mengenakan cadar,” kata Oudea-Castera saat berbicara dalam acara “Sunday In Politics” yang ditayangkan France 3 TV, dikutip Al Arabiya, Selasa (26/9/2023).

Pernyataan Oudea-Castera seketika memantik perdebatan di media sosial. Masyarakat Prancis terbelah ke dalam dua kubu, yakni penentang dan pendukung keputusan tersebut. Mereka yang menentang memandang pelarangan hijab di gelaran Olimpiade merupakan bentuk Islamofobia. Sementara kubu pendukung menilai, pelarangan itu adalah realisasi dari sekularisme yang dijunjung tinggi Prancis.

“Negara ini mempunyai masalah dengan Islam, saya mengatakannya dengan lantang dan jelas dan semua orang – tanpa kecuali – mengetahuinya,” tulis akun bernama Mehdi lewat platform X (Twitter) saat mengomentari larangan penggunaan hijab bagi atlet perempuan Muslim Prancis di Olimpiade.

Pengguna X lainnya, yakni Hassen Hammou, mempertanyakan keputusan tersebut dengan menyatakan bahwa pelarangan itu akan membuat olahraga tidak dapat diakses oleh banyak atlet, terutama kalangan perempuan Muslim. “Mendemokratisasikan olahraga berarti menjadikannya dapat diakses oleh semua orang,” tulisnya.

Sementara itu para pendukung larangan pemakaian hijab bagi atlet perempuan Muslim menilai, keputusan Pemerintah Prancis mendukung cita-cita sekularisme Prancis. “Kekhususan sekularisme Perancis adalah modernitas yang tidak dimiliki negara-negara Anglo-Saxon. Yang eksklusif adalah membedakan diri sendiri, memisahkan diri dari orang lain, dengan pakaian keagamaan yang tidak jelas,” tulis akun bernama Erik Verhagen di platform X.

Pengguna lain berpendapat bahwa tidak menerima sekularisme dalam olahraga dapat menyebabkan penolakan lebih lanjut terhadap peraturan. “Jika mereka tidak menerima peraturan sekularisme hari ini, besok mereka juga tidak akan menerima peraturan olahraga!” tulis akun bernama Paule Adda di X.

Olimpiade Paris akan dihelat pada 26 Juli hingga 11 Agustus 2024. Beberapa atlet dan pejabat olahraga non-Prancis diperkirakan akan mengenakan jilbab. Hal itu karena Komite Olimpiade Internasional mengizinkannya dan tidak menganggap jilbab sebagai simbol agama melainkan simbol budaya.

Sejak 2014, FIFA juga memperbolehkan para pemain sepak bolah perempuan Muslim mengenakan hijab. Pada Juli lalu, bek Maroko Nouhaila Benzina menjadi pemain bercadar pertama di Piala Dunia.

Larangan abaya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement