REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Program Pangan Dunia PBB (WFP) pada Selasa (3/10/2023) mengatakan bahwa mereka membutuhkan lebih dari 526 juta dolar AS, untuk mengatasi kelaparan di Sudan Selatan. Darurat kelaparan di Sudan Selatan ini, karena "keadaan yang semakin mendesak."
"Tahun ini WFP menerima kurang dari setengah dana yang dibutuhkan, dan tahun depan kondisinya sama memprihatinkannya," kata Mary-Ellen McGroarty, Direktur badan pangan PBB untuk Sudan Selatan dalam sebuah konferensi pers di Jenewa.
Orang-orang di sana mendapatkan kurang dari 300 gram makanan per hari, parahnya 90 persen keluarga telah melewati beberapa hari tanpa makan, kata McGroarty.
"Pada dasarnya, setengah dana berarti setengah bantuan makanan, dan untuk menjangkau sebanyak mungkin orang, kami telah mengurangi jatah hingga 50 persen, yang berarti orang-orang mendapatkan kurang dari 300 gram makanan per hari, dan ini termasuk orang-orang yang datang dari Sudan," kata McGroarty.
"Melanjutkan cara ini berarti kita tidak dapat memutus siklus kelaparan yang sudah mengakar dan memberikan jalan keluar bagi keluarga-keluarga yang menghadapi kelaparan ekstrem. Kita hampir tidak menarik orang kembali dari tepi jurang keputusasaan," katanya.
Situasi kemanusiaan di perbatasan Sudan-Sudan Selatan berada pada "titik kritis," ia memperingatkan, seraya menambahkan bahwa "urgensi semakin meningkat."
Menurut data terbaru yang dikumpulkan oleh WFP, katanya, 90 persen dari keluarga-keluarga tersebut telah melewati beberapa hari tanpa makan dan mengalami kerawanan pangan yang sedang hingga parah. Sementara itu, satu dari lima anak mengalami kekurangan gizi.
Hampir 300.000 orang sejauh ini telah menyeberang dari Sudan ke Sudan Selatan sejak konflik dimulai pada bulan April dan masih ada 1.000 orang yang terus berdatangan setiap hari, tambahnya.
"Keluarga-keluarga yang kami lihat menyeberang hari ini jauh lebih rentan dan tidak aman pangan dibandingkan dengan mereka yang tiba di minggu-minggu awal konflik," kata McGroarty dan ia memperingatkan: "Dan ini semakin memburuk."
Sudan telah terperosok ke dalam pertempuran antara tentara, yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala Dewan Kedaulatan Sudan, dan Pasukan Pendukung Cepat paramiliter sejak April, dalam konflik yang telah menewaskan 5.000 orang dan membuat lebih dari 5,2 juta orang mengungsi, menurut data PBB.
Beberapa kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi oleh mediator Arab Saudi dan Amerika Serikat telah gagal mengakhiri kekerasan.