REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Tiga orang jurnalis Gaza gugur saat rudal Israel menghantam gedung yang menjadi tempat mereka memberikan laporan terkini. Dengan demikian, sudah enam jurnalis yang gugur di Gaza sejak Hamas menggelar serangan ke Israel pada Sabtu (7/10/2023) lalu.
Pada satu titik militer Israel sempat menyarankan warga Gaza untuk melarikan diri ke Mesir. Tapi kemudian mereka mengklarifikasinya dengan mengkonfirmasi perbatasan ditutup dan tidak ada cara untuk keluar.
Juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari mengatakan bagi pasukan Hamas mereka "tidak memiliki tempat berlindung di Gaza."
"Kami akan mencapai mereka di mana saja," katanya, Selasa (10/10/2023).
Israel membelum memberikan jumlah resmi korban tewas dan hilang dalam serangan akhir pekan lalu. Lebih dari 100 jenazah sudah diangkut dari Kota Be'eri di selatan, sukarelawan dengan rompi kuning dan masker membawa korban tewas dari rumah mereka dengan tandu.
Israel merespons serangan Hamas dengan pengepungan total. Israel akan menghalangi masuknya makanan, listrik hingga bahan bakar ke wilayah Gaza.
Israel sangat terkejut dengan serangan akhir pekan lalu sehingga membutuhkan waktu lebih dari dua hari untuk menutup tembok penghalang berteknologi tinggi senilai miliaran dolar, yang seharusnya tidak dapat ditembus.
Hagari mengatakan tidak ada lagi penjuang Hamas yang menerobos masuk dari Gaza. Kini para pemimpin Israel harus memutuskan apakah akan membatasi pembalasan untuk melindungi para sandera.
Pada Senin kemarin juru bicara Hamas Abu Ubaida mengancam akan membunuh satu tawanan Israel untuk setiap pengeboman Israel atas rumah warga sipil tanpa peringatan dan menyiarkan pembunuhan tersebut.
Serangan Hamas dan pembalasan Israel mengacaukan rencana para diplomat di Timur Tengah di saat genting ketika Israel hampir mencapai kesepakatan untuk menormalkan hubungan dengan negara terkaya di Arab, Arab Saudi.
Negara-negara Barat sangat mendukung Israel. Sementara digelar pawai pro-Palestina di negara-negara Arab dan mayoritas muslim. Iran salah satu pendukung Hamas, merayakan serangan-serangan tersebut, namun menyangkal berperan langsung di dalamnya.
Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei mengatakan Iran mencium tangan para perencana serangan tersebut, namun siapa pun yang percaya Iran berada di belakangnya adalah keliru. Ia mengatakan serangan mendadak Hamas menjadi pukulan bagi militer dan intelijen Israel.
Bentrokan mematikan di perbatasan utara Israel menimbulkan kekhawatiran akan adanya front kedua dalam perang. Gerakan Hizbullah di Lebanon yang juga didukung Iran ikut terseret ke dalam perang terbaru Hamas-Israel. Hizbullah mengatakan mereka tidak berada di balik setiap serangan ke Israel.
"Kami ingin mengirim pesan yang cukup kuat. Kami tidak ingin hal ini meluas dan gagasannya adalah agar Iran menerima pesan tersebut dengan keras dan jelas," ujar Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS Jenderal Charles Q. Brown pada para wartawan yang ikut dalam perjalanan ke Brussels.