REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Satu-satunya pembangkit listrik di Gaza kehabisan bahan bakar pada Rabu (11/10/2023) sore. Kementerian Energi Palestina menyatakan, kondisi itu membuat fasilitas tersebut terpaksa ditutup setelah Israel memutus pasokan.
Saat ini, warga Gaza hanya bisa bergantung pada generator untuk memberi daya pada wilayah tersebut. Namun generator tersebut juga menggunakan bahan bakar yang persediaannya terbatas.
Israel sebelumnya menghentikan masuknya makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan ke wilayah sepanjang 40 kilometer yang terletak di antara Israel, Mesir, dan Laut Mediterania. Satu-satunya akses yang tersisa dari Mesir ditutup setelah serangan udara menghantam dekat perbatasan pada Selasa (10/10/2023).
Selain permasalahan pasokan energi, Gaza pun mulai menghadapi kondisi kekurangan obat dan ancaman matinya peralatan di fasilitas tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, bahwa persediaan yang telah disiapkan sebelumnya untuk tujuh rumah sakit telah habis di tengah membanjirnya korban luka. Doctors Without Borders mengatakan, peralatan bedah, antibiotik, bahan bakar dan persediaan lainnya hampir habis di dua rumah sakit yang dikelolanya di Gaza.
"Kami menghabiskan persediaan darurat selama tiga minggu dalam tiga hari, sebagian karena 50 pasien datang sekaligus,” kata kepala misi kelompok bantuan di Gaza Matthias Kannes pada Rabu.
Matthias mengatakan, rumah sakit terbesar di wilayah tersebut, Al-Shifa, hanya mempunyai cukup bahan bakar untuk tiga hari saja. Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pun telah memperingatkan Jalur Gaza akan menghadapi bencana kemanusiaan jika koridor aman tidak dibuka untuk bantuan.
“Jalur Gaza akan menyaksikan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya jika koridor aman tidak dibuka untuk kedatangan bantuan kemanusiaan, termasuk pasokan medis, makanan, dan air,” kata juru bicara UNRWA Adnan Abu Hasna.