REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Polisi Prancis menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa yang turun ke jalan untuk mendukung Palestina. Pembubaran ini berlangsung tak lama setelah pemerintah melarang aksi solidaritas untuk Palestina.
Polisi membubarkan unjuk rasa di Ibu Kota Paris pada Kamis (12/10/2023), atas perintah Menteri Dalam Negeri, Gerald Darmanin yang melarang semua demonstrasi pro-Palestina atas nama ketertiban umum. Para kritikus menyebut perintah tersebut sebagai serangan terhadap kebebasan sipil.
“Kita hidup di negara hukum perdata, negara di mana kita mempunyai hak untuk mengambil sikap dan berdemonstrasi. (Tidak adil) untuk melarang satu pihak dan mengizinkan pihak lain dan itu tidak mencerminkan realitas Palestina,” kata seorang pengunjuk rasa, Charlotte Vautier (29 tahun), kepada kantor berita Reuters.
Larangan ini muncul ketika Israel terus melakukan pengeboman di Jalur Gaza selama enam hari. Lebih dari 1.400 orang meninggal dunia, sementara ribuan lainnya terluka. Serangan udara Israel telah meratakan bangunan tempat tinggal, dan sejumlah kantor di Gaza.
Darmanin mengatakan, setidaknya 24 orang telah ditangkap di seluruh Perancis karena tindakan anti-semit sejak Sabtu (7/10/2023), ketika kelompok perlawanan Palestina, Hamas melancarkan serangan mengejutkan ke Israel. Darmanin meyakini setiap orang asing yang melakukan anti-semit harus segera diusir dari Perancis.
Di sisi lain, Pemerintah Prancis tidak membatasi untuk aksi serupa yang mendukung Israel. Perancis adalah rumah bagi komunitas Muslim dan Yahudi terbesar di Eropa.
“Janganlah kita menambahkan, melalui ilusi atau perhitungan, kesenjangan domestik dengan kesenjangan internasional. Perisai persatuan akan melindungi kita dari kebencian dan ekses," kata Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Macron mengatakan, 13 warga Prancis wafat dalam konflik di Gaza. Sementara 17 lainnya, termasuk anak-anak dinyatakan hilang. Beberapa diantaranya mungkin termasuk di antara puluhan orang, termasuk warga Israel dan orang asing, yang ditawan oleh Hamas di Gaza.
“Prancis melakukan segalanya bersama otoritas Israel dan mitra kami untuk memulangkan mereka dengan selamat karena Prancis tidak pernah menelantarkan anak-anaknya,” kata Macron.
Macron menambahkan, Israel memiliki hak untuk menghancurkan Hamas tetapi harus melakukannya sambil menjaga populasi sipil. Macron juga mengatakan solusi jangka panjang terhadap kekerasan harus mencakup negara Palestina yang merdeka.