REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengungkapkan sebanyak 129 WNI yang berada di Palestina dan Israel memilih tidak dievakuasi, meskipun konflik di antara kedua negara itu kembali memanas.
Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Judha Nugraha, ratusan WNI yang tidak mau dievakuasi adalah warga Indonesia yang menikah dengan warga setempat atau yang telah memiliki pekerjaan tetap di Tepi Barat, Tel Aviv, dan Yerusalem.
“Tugas pemerintah adalah memberikan informasi mengenai penilaian situasi keamanan, tetapi pilihan (evakuasi) dikembalikan kepada masing-masing WNI. Kami tidak bisa memaksa,” ujar Judha dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (13/10/2023).
Menurut dia, sesuai dengan UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, pemerintah telah menyampaikan informasi terkini mengenai situasi keamanan di Palestina dan Israel serta mengimbau WNI agar segera meninggalkan wilayah konflik.
“Namun, berdasarkan informasi terkini, dari 133 WNI yang berada di luar Jalur Gaza, hanya empat orang yang ingin meninggalkan wilayah tersebut, sementara yang lainnya (menolak dievakuasi) karena merasa aman,” kata Judha.
Selain 133 WNI yang tersebar di sejumlah wilayah Israel dan Palestina, pemerintah mencatat 10 WNI berada di Jalur Gaza yang menjadi sasaran utama serangan udara militer Israel ke Palestina. Dengan begitu, tercatat total 143 WNI berada di wilayah konflik Israel-Palestina.
Sejak perang kembali pecah yang dipicu serangan kelompok militan Hamas Palestina terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, Kemenlu segera melakukan koordinasi intensif dengan KBRI Amman, KBRI Kairo, KBRI Beirut, dan KBRI Damaskus. PTRI Jenewa untuk memperoleh informasi tentang situasi keamanan terkini serta mempersiapkan rencana evakuasi WNI.
Masing-masing perwakilan RI di Yordania, Mesir, Lebanon, dan Suriah juga melakukan koordinasi dengan otoritas negara setempat, termasuk dengan pihak imigrasi untuk mengantisipasi jika para WNI dievakuasi ke negara-negara tetangga Palestina dan Israel itu.
“Kemudian kita menyusun rencana kontijensi, termasuk rute skenario evakuasi,” ujar Judha.
Rute tersebut mencakup jalur darat menuju Amman, Yordania; jalur darat menuju Kairo, Mesir; serta jalur udara dengan penerbangan komersial menuju negara ketiga. “Jadi kita tidak hanya menyusun satu skenario saja karena situasi di lapangan sangat sulit. Belajar dari pengalaman-pengalaman evakuasi sebelumnya, berbagai macam opsi kita buka, nanti pelaksanaannya bergantung pada situasi di lapangan,” kata Judha.