Kamis 19 Oct 2023 05:15 WIB

Apa Penyebab Israel Masih Menunda Serangan Darat ke Gaza?

Potensi serangan darat besar-besaran sangatlah kompleks

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Potensi serangan darat besar-besaran sangatlah kompleks di Jalur Gaza
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Potensi serangan darat besar-besaran sangatlah kompleks di Jalur Gaza

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasukan Pertahanan Israel (IDF) bersiap melakukan serangan darat di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas. Sebelumnya dilaporkan bahwa Israel berencana melangsungkan serangan darat pada akhir pekan lalu, namun hingga saat ini masih ditunda.

Menurut The New York Times, rencana serangan pasukan darat Israel ke Gaza digagalkan oleh cuaca mendung. Hal ini akan menyulitkan pilot dan operator drone untuk menyediakan perlindungan udara bagi pasukan darat.

Baca Juga

Israel telah memberikan peringatan kepada warga Gaza untuk mengungsi ke wilayah selatan pada Sabtu (15/10/2023). Perintah evakuasi ini merupakan bagian dari rencana serangan darat Israel untuk menghancurkan kelompok perlawanan Palestina, Hamas.

Potensi serangan darat besar-besaran sangatlah kompleks, ditambah dengan fakta bahwa Hamas diyakini menyandera banyak warga Israel di bunker dan terowongan bawah tanah mereka. Terowongan labirin Hamas di bawah Gaza menimbulkan tantangan besar bagi pasukan Israel. 

Para ahli memperingatkan, Israel akan kehilangan keunggulan daya tembaknya dan terpaksa menghadapi musuh dalam pertempuran jarak dekat jika serangan darat dilancarkan.  Gaza, daerah padat penduduk dengan jaringan terowongan yang rumit merupakan faktor kunci dalam situasi keamanan Israel yang menakutkan. 

Seorang juru bicara militer Israel baru-baru ini menyatakan bahwa mereka menyerang bagian dari jaringan terowongan, namun ini akan menjadi pertempuran yang sangat melelahkan.

Analis militer Israel mengatakan, mereka khawatir Hamas akan menggunakan para sandera sebagai tameng manusia, sehingga menciptakan dilema moral dan operasional bagi Israel.

Ada juga kekhawatiran bahwa Hamas akan menggunakan sandera Israel sebagai tameng manusia untuk menghalangi serangan dengan menciptakan dilema operasional besar-besaran bagi otoritas Israel. Selain itu, Israel juga menghadapi kemungkinan perang terpisah di perbatasan utaranya dengan Lebanon, setelah baku tembak artileri dengan kelompok Hizbullah yang didukung Iran. Orang kedua di Hizbullah, Naim Qassem, mengatakan kelompok itu “sepenuhnya siap” untuk bergabung dengan Hamas untuk perang melawan Israel.

“Kami, sebagai Hizbullah, berkontribusi terhadap konfrontasi dan akan (terus) berkontribusi sesuai visi dan rencana kami,” kata Qassem pada rapat umum pro-Palestina di Beirut, dilaporkan NDTV.

Seorang jurnalis Reuters tewas dan enam reporter lainnya dari AFP, Reuters, dan Aljazirah terluka dalam penembakan Israel.  Selain itu, dua warga sipil Lebanon tewas dalam penembakan di desa selatan.  Hizbullah mengklaim salah satu anggotanya tewas akibat serangan Israel.

“Siapapun yang mencapai pagar untuk menyusup ke Israel, akan mati,” juru bicara militer Israel, Daniel Hagari pada Sabtu (15/10/2023) malam. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement