Kamis 19 Oct 2023 05:55 WIB

Sejak Serang Gaza, Netanyahu Kehilangan Dukungan dari Warga Israel

Sejak Israel membombardir Gaza, Netanyahu kehilangan dukungan dari rakyatnya

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Sejak Israel membombardir Gaza, pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tampaknya kehilangan dukungan dari rakyatnya.
Foto: AP Photo/Jacquelyn Martin
Sejak Israel membombardir Gaza, pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tampaknya kehilangan dukungan dari rakyatnya.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Seorang menteri kabinet Israel dilarang memasuki pintu masuk pengunjung rumah sakit Israel. Sementara pengawal lainnya basah kuyup karena guyuran kopi oleh seorang pria yang berduka, dan pejabat lainnya diteriaki "pengkhianat" dan "orang bodoh" ketika dia datang untuk menghibur keluarga yang dievakuasi selama perang Hamas-Israel.

Serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober telah membuat warga Israel bersatu menentang pemerintah. Sejak Israel membombardir Gaza, pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tampaknya kehilangan dukungan dari rakyatnya. Kemarahan publik semakin dipicu oleh sikap Netanyahu yang menyebut diri sebagai ahli strategi Churchillian yang mengacu pada Winston Churchill yang merupakan tokoh populer di Britania Raya dan dunia. Churchill dipandang sebagai pemimpin masa perang yang berjaya dan memainkan peran penting dalam mempertahankan demokrasi liberal Eropa dari penyebaran fasisme.

Baca Juga

Latar belakang kemarahan warga Israel awalnya dipicu oleh polarisasi sosial sehubungan dengan upaya pemerintahan Netanyahu untuk melakukan perombakan peradilan, yang memicu aksi protes besar-besaran. Kemarahan warga Israel semakin bertambah ketika Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan badan intelijen kecolongan atas serangan mengejutkan Hamas. Kelompok perlawanan Palestina tersebut melakukan infiltasi darat, laut, dan udara ke Israel dan menyebabkan militer Israel kewalahan.

"Bencana Oktober 2023" menjadi judul utama di harian terlaris Yedioth Ahronoth. Bahasa ini dimaksudkan untuk mengingat kegagalan Israel mengantisipasi serangan kembar Mesir dan Suriah pada Oktober 1973, yang akhirnya menyebabkan Perdana Menteri saat itu Golda Meir mengundurkan diri.

Penggulingan itu berdampak pada hegemoni Partai Buruh yang beraliran kiri-tengah.  Peneliti di Shalom Hartman Institute di Yerusalem, Amotz Asa-El memperkirakan, Netanyahu dan Partai Likud yang telah lama mendominasi pemerintahan Israel akan memiliki nasib serupa dengan Meir.

"Tidak masalah apakah ada komisi penyelidikan atau tidak, atau apakah dia mengakui kesalahannya atau tidak. Yang penting adalah apa yang dipikirkan 'orang Israel tengah' yaitu bahwa ini adalah kegagalan dan perdana menteri bertanggung jawab," ujar Asa-El.

“Dia (Netanyahu) akan lengser, dan seluruh kekuasaan yang dia bangun akan ikut runtuh," kata Asa-El.

66 persen warga Israel inginkan Netanyahu lengser...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement