Kamis 19 Oct 2023 18:01 WIB

Satu-satunya Rumah Sakit Kanker di Gaza Tutup Akibat Kekurangan Obat dan Bahan Bakar

Selama ini Gaza mendapatkan sebagian pasokan listriknya dari jaringan listrik Israel.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Penampakan kondisi RS Al-Ahli Baptist di Gaza pada Rabu, 18 Oktober 2023 atau sehari setelah Israel menembakkan rudal ke rumah sakit tersebut.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Penampakan kondisi RS Al-Ahli Baptist di Gaza pada Rabu, 18 Oktober 2023 atau sehari setelah Israel menembakkan rudal ke rumah sakit tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Satu-satunya rumah sakit kanker di Gaza terancam tutup karena kekurangan bahan bakar untuk menjalankan generator. Israel memberlakukan blokade total di Jalur Gaza dengan menghentikan pasokan bahan bakar, air, dan pasokan lainnya sejak Hamas melancarkan serangan mengejutkan pada 7 Oktober yang membuat Israel kewalahan.

Direktur Rumah Sakit Persahabatan Turki-Palestina, Dr Subhi Sukeyk memperingatkan bahwa, fasilitas tersebut telah kehabisan bahan bakar yang diperlukan untuk menjaga layanan penting tetap berjalan. Mereka juga kehabisan obat-obatan yang diperlukan untuk pengobatan kemoterapi.

Baca Juga

“Kami berusaha mempertahankan layanan penting, namun beberapa layanan seperti radiologi, yang digunakan untuk pemantauan dan diagnosis, telah dihentikan," kata Sukeyk kepada Aljazirah.

Gaza mendapatkan sebagian listriknya dari jaringan listrik Israel, yang pasokannya telah diputus.  Sisanya dihasilkan oleh pembangkit listrik yang mengandalkan bahan bakar yang diimpor dari Israel untuk beroperasi.  Pembangkit listrik tersebut ditutup lebih dari seminggu yang lalu di tengah pengepungan penuh oleh Israel

Awal tahun ini Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, terdapat lebih dari 9.000 pasien kanker di Jalur Gaza. Rumah Sakit Persahabatan Turki-Palestina beroperasi dengan satu generator lokal dengan menggunakan bahan bakar yang mungkin akan segera habis.  Hal ini akan memaksa rumah sakit untuk menutup layanan dasar yang dapat mereka berikan. Penutupan rumah sakit ini dapat membahayakan nyawa ratusan pasien yang membutuhkan perawatan tepat waktu dan teratur untuk melawan kanker.

“Unit perawatan intensif membutuhkan banyak listrik untuk beroperasi, begitu juga dengan mesin oksigen. Kemoterapi beberapa pasien harus ditunda. Tapi mereka harus menjalani pengobatan ini untuk mencegah tumor menyebar ke tubuh dan organ mereka," kata Sukeyk.

Akibat perang, beberapa pasien tidak dapat memenuhi janji mereka karena berisiko dan sulit untuk mencapai ke rumah sakit. Setiap bulan, otoritas kesehatan Palestina merujuk 2.000 pasien dari Gaza ke rumah sakit di Yerusalem, Tepi Barat dan Israel. Namum Israel mempersulit masyarakat Gaza untuk mendapatkan izin medis.

Rumah sakit di Gaza berada di ambang kehancuran karena kewalahan memenuhi kebutuhan pasien yang terluka. Rumah sakit menerim lebih dari 13.000 pasien. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan perang sebelumnya di Gaza. Rumah sakit juga kekurangan listrik, air dan obat-obatan. 

“Bantuan medis apa pun yang masuk akan berguna dan diperlukan untuk melanjutkan layanan kami,” ujar Kepala Rumah Sakit Eropa di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Yousef al-Aqqad.

Al-Aqqad mengatakan, Rumah Sakit Eropa membutuhkan sekitar 5.000 liter bahan bakar per hari untuk menghidupkan genset saat listrik padam.  “Saat ini, kami hanya punya cukup untuk dua atau tiga hari,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement