REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman salah satu negara dengan populasi diaspora Palestina terbesar di luar Timur Tengah. Terdapat 30 ribu orang Palestina di negara itu.
Pembantaian rakyat Palestina di Gaza yang dilakukan Israel usai serangan mendadak Hamas bulan ini meningkatkan kecemasan.
Dalam unjuk rasa tanpa izin yang digelar di Berlin pekan lalu, diaspora Palestina dan keturunannya mengatakan mereka khawatir dilabelkan pro-Hamas karena memprotes pengeboman yang dilakukan Israel di Gaza. Jerman melarang aksi pro Palestina di seluruh negeri.
"Saya merasa Jerman tidak mengizinkan kami mengungkapkan apa yang kami pikirkan," kata salah seorang demonstran, Saleh Said pekan lalu.
Pria keturunan Palestina kelahiran Jerman itu mengatakan ia mengecam kekerasan yang dilakukan Hamas. Serangan mendadak gerakan perjuangan Palestina itu pada 7 Oktober lalu diklaim menewaskan 1.300 orang.
Pihak berwenang pendidikan Jerman pekan lalu memberi tahu sekolah-sekolah mereka akan melarang siswa dan mahasiswa mengenakan selendang Kufiya Palestina dan stiker "bebaskan Palestina."
Setelah Perang Dunia II pemerintah-pemerintah Jerman berusaha memiliki hubungan baik dengan Israel karena sejarah Holocaust. Ombudsman Jerman yang bertanggung jawab untuk memerangi antisemitisme Felix Klein mengatakan sejarah negara itu membuat mereka harus waspada.
Sebelum serangan Hamas ke Israel, Jerman sudah membatasi demonstrasi pro Palestina. Pihak berwenang di Berlin melarang beberapa demonstrasi dengan alasan keamanan publik.
Pada bulan September lalu organisasi hak asasi manusia Amnesty International mengatakan pembenaran polisi Jerman atas pelarangan terhadap kelompok-kelompok pro Palestina tampaknya didasarkan pada "stereotip yang menstigmatisasi dan diskriminatif."
Amnesty International mengutip referensi dalam perintah polisi terhadap orang-orang "dari diaspora Arab, khususnya yang berlatar belakang Palestina".