REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Berbagai cara dilakukan Israel untuk melegitimasi kejahatan perangnya terhadap warga Palestina, termasuk di Gaza. Salah satunya digambarkan seorang cendikiawan dan intelektual Israel yang menyebut negaranya menggambarkan warga Palestina layaknya binatang.
Israel menggunakan strategi dehumanisasi, yakni dengan merendahkan martabat orang Palestina. "Israel mengklaim bahwa warga Palestina itu tidak bermoral," kata profesor hukum internasional dan hak asasi manusia Israel Neva Gordon kepada Anadolu, Senin (23/10/2023).
Dehumanisasi yang didoktrin terus menerus mampu membuat tentara Israel hilang rasa kemanusiaannya. Kemudian melakukan serangan-serangan brutal ke warga sipil di Gaza mulai dari pemukiman hingga rumah sakit tanpa ada rasa sesal dan bersalah.
Neve Gordon, anggota Fakultas Hukum di Queen Mary University di London, yang merupakan keturunan Israel, mengatakan kepada Anadolu bahwa Israel bekerja keras untuk melegitimasi kejahatan perang yang dilakukannya.
Menurut Gordon, serangan terhadap wilayah sipil Palestina, seperti rumah sakit, korban luka, petugas medis, dan pihak yang dilindungi secara hukum internasional, bukan pelangaran. Padahal jelas itu adalah sebagai kejahatan perang, terlebih ketika Israel juga memblokir akses listrik dan air bersih di Gaza.
Gordon mengatakan Israel "menafsirkan tindakannya sedemikian rupa untuk menunjukkan bahwa itu dilakukan sesuai dengan hukum perang. Oleh karena itu, Israel mengklaim bahwa tindakannya bermoral, tapi..."pada saat yang sama, Israel merendahkan martabat Palestina dengan mengklaim bahwa mereka tidak bermoral," jelasnya.
"Orang-orang Palestina digambarkan sebagai orang barbar dan primitif dan sebagai orang yang tidak memahami hukum perang, orang yang tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan, dan seterusnya, dan oleh karena itu mereka tidak bermoral, sementara Israel mengklaim bahwa mereka mencoba melindungi warga sipil."
Pernyataan seperti Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant yang mengatakan, "Kami berperang melawan binatang" adalah contoh nyata dari strategi untuk mencoba melegitimasi kejahatan perang, kata Gordon. Perbandingan warga Palestina dengan "tikus atau ular" di akun media sosial Israel merupakan upaya untuk "merendahkan martabat" mereka dan "melegitimasi kematian warga sipil."
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim bahwa Gaza adalah "kota kejahatan." Sambil memerintahkan warga Gaza, "Ketika Israel menyuruh 1,1 juta warga Palestina untuk pindah ke selatan. Kemudian Netanyahu mengklaim bahwa setiap warga sipil Palestina yang tetap tinggal di sana terlibat dalam konflik, memang diperbolehkan mereka menjadi target yang sah, dana ini adalah cara untuk memanipulasi hukum perang."
Gordon juga mendesak media Barat untuk menekankan kemanusiaan mereka pada pihak yang terbunuh. Dan menarik perhatian pada ketidaksetaraan struktural antara Israel dan Palestina di wilayah pendudukan.
Gordon menekankan bahwa membicarakan gencatan senjata saja tidak cukup, dan dekolonisasi Tepi Barat dan Gaza juga harus ditangani. Upaya-upaya harus dilakukan untuk mencapai kesepakatan demokratis antara Sungai Yordan dan Mediterania, katanya.
Israel pada 7 Oktober melancarkan kampanye pengeboman tanpa henti di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas oleh Hamas ke kota-kota perbatasan Israel. Pengeboman ini menyebabkan 2,3 juta penduduk di wilayah tersebut berada dalam pengepungan total dan blokade makanan, bahan bakar, dan pasokan medis.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan "gencatan senjata kemanusiaan segera" untuk meringankan "penderitaan manusia yang luar biasa." Hampir 6.500 orang telah terbunuh dalam konflik ini, termasuk setidaknya 5.087 warga Palestina dan lebih dari 1.400 warga Israel.