REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Sebuah lembaga think tank Israel menerbitkan sebuah laporan yang kontroversial pada Selasa, (17/10/2023). Dokumen dari Institut Misgav untuk Keamanan Nasional & Strategi Zionis ini menyoroti situasi di Jalur Gaza sebagai "kesempatan unik dan langka" untuk "merelokasi seluruh penduduk Gaza ke Gurun Sinai." Dokumen itu diperbarui pada Selasa, (24/10/2023).
Namun setelah itu, dokumen bocor lewat sebuah artikel yang diterbitkan media Israel Calcalist. Di dalamnya memuat laporan tentang sebuah rencana terpisah untuk melakukan pembersihan etnis seluruh warga Gaza. Pembersihan etnis itu akan dioperasikan oleh Kementerian Intelijen Israel yang dikepalai oleh Gila Gamliel.
Dokumen yang bocor tersebut dilaporkan dibuat untuk sebuah organisasi bernama "Unit Pemukiman - Jalur Gaza" dan tidak ditujukan untuk publik. Dalam rencana yang diusulkan oleh Kementerian Intelijen, warga Palestina di Gaza akan dipindahkan dari Gaza ke semenanjung Sinai di Mesir utara.
Dalam laporan tersebut yang dikutip dari Mondoweiss.net kementerian tersebut menjelaskan berbagai opsi yang berbeda untuk apa yang akan terjadi setelah invasi ke Gaza. Berbagai opsi juga ditawarkan, yang dianggap "mampu memberikan hasil strategis yang positif dan solusi tahan lama," diantaranya adalah pemindahan penduduk Gaza ke Sinai.
Langkah ini memerlukan tiga tahapan. Pertama penciptaan kota-kota tenda pengungsi, di barat daya Jalur Gaza. Kedua, pembangunan koridor kemanusiaan untuk "membantu penduduk" di tenda tersebut. Ketiga, pada akhirnya, dibangunkan kota-kota baru di Sinai utara.
Secara paralel, sebuah "zona steril", selebar beberapa kilometer, akan dibangun di Mesir, di sebelah selatan perbatasan Israel. Dengan demikian penduduk yang dievakuasi tidak akan dapat kembali ke tanah Gaza yang pada akhirnya diambil alih oleh Israel secara keseluruhan.
Selain itu, dokumen tersebut menyerukan agar menggaet negara-negara untuk diajak kerja sama demi suksesnya rencana. Dalam dokumen itu disebutkan butuh dukungan negara lain "sebanyak mungkin", sehingga negara-negara tersebut dapat "menyerap" orang-orang Palestina yang telah tercerabut dari tanah Gaza.
Di antara negara-negara yang disebutkan sebagai tempat penampungan bagi warga Palestina dari Gaza adalah Kanada. Kemudian sebagian negara-negara Eropa seperti Yunani dan Spanyol, dan negara-negara Afrika Utara lain.