REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Permintaan obat-obatan psikiatri termasuk obat penenang mengalami peningkatan tajam dalam dua pekan terakhir di Israel. Ketua Asosiasi Apoteker Israel, David Pappo menjelaskan, tidak ada peningkatan dalam memberikan resep obat psikiatris.
"Namun, ada peningkatan yang nyata dalam jumlah pasien yang meminta resep selama dua hingga tiga bulan. Mereka menimbun karena khawatir kekurangan," kata dia dilansir laman Calcalistech, Kamis (26/10/2023).
Pappo juga mengatakan, terjadi peningkatan permintaan sebesar 10 sampai 20 persen dalam sepekan terakhir dibandingkan bulan sebelumnya. Pejabat senior Israel memaparkan, kekhawatiran tersebut diperkuat oleh beberapa faktor. Di antaranya kekacauan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir, penurunan drastis dalam jumlah penerbangan (sebagian besar obat diangkut melalui udara), dan kesulitan birokrasi di dalam Kementerian Kesehatan.
Pappo menyoroti fenomena peningkatan penggunaan obat-obatan psikiatri yang tidak diresepkan, seperti obat penenang dan depresi. "Pasien menjelaskan kondisi mentalnya kepada apoteker untuk mendapatkan obat yang tepat, dan dari situlah kami memperoleh informasi tersebut," katanya.
Obat-obatan ini tidak hanya untuk mengatasi kecemasan dan depresi tetapi juga untuk tidur. Ini menjadi sebuah fenomena yang berkembang di kalangan warga Israel sejak perang dimulai.
Kepala Divisi Kesehatan Mental di Dana Kesehatan Meuhedet, Sharon Elmakias menuturkan, ada peningkatan permintaan yang signifikan sebesar 30 persen dalam dua pekan terakhir. Lonjakan permintaan ini terjadi baik pada obat resep maupun obat bebas.
"Peningkatan permintaan tidak hanya disebabkan oleh peningkatan konsumsi obat-obatan. Ini sama seperti orang-orang yang menimbun barang-barang penting di supermarket, mereka juga merasa perlu untuk menimbun obat-obatan jika obat-obatan tidak tersedia," kata Elmakias.
Namun di sisi lain, korban dari rakyat Palestina yang berguguran terus bertambah akibat serangan yang terus dilancarkan Israel. Sebanyak 5.182 warga Palestina baik di Jalur Gaza maupun di Tepi Barat gugur dalam agresi pendudukan Israel yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023, demikian menurut sejumlah sumber medis.
Pihak medis melaporkan 5.087 korban gugur di Jalur Gaza itu termasuk 2.055 anak, 1.119 perempuan dan 217 lansia tewas akibat gempuran Israel. Sementara itu, dilaporkan pula sebanyak 15.273 orang lainnya terluka. Bahkan pasukan Israel juga melakukan 23 pembantaian dalam sehari yang menelan 436 korban jiwa, termasuk 182 anak. Kebanyakan dari mereka berasal dari selatan Jalur Gaza