REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan bahwa Israel melakukan hambatan dalam pengiriman bantuan untuk Gaza. Prosedur pemeriksaan truk yang dilakukan Israel menghambat pengiriman bantuan ke Jalur Gaza melalui penyeberangan Rafah antara Mesir dan daerah kantong Palestina.
“Truk-truk tersebut harus diperiksa di penyeberangan Nitzana Israel sebelum menuju penyeberangan Rafah dalam perjalanan yang menempuh jarak 100 km sebelum benar-benar memasuki penyeberangan Rafah, yang menyebabkan hambatan yang sangat menunda datangnya bantuan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters, Ahad (29/10/2023).
Penyeberangan Rafah yang dikuasai Mesir dan tidak berbatasan dengan Israel telah menjadi titik utama pengiriman bantuan sejak Israel mengepung Gaza. Sebelum konflik, sekitar 500 truk setiap hari menyeberang ke Gaza, hanya saja menurut Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Jumat (27/10/2023), dalam beberapa hari terakhir, rata-rata hanya 12 truk sehari yang masuk.
Padahal sekutu Israel telah mendesak jeda untuk membuka akses bantuan ke Gaza. Namun Israel bersikeras bahwa jeda dari pertempuran akan menguntungkan Hamas.
Warga Gaza kekurangan makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan. Penderitaan mereka bertambah buruk ketika layanan telepon dan internet terputus diikuti dengan pemboman besar-besaran sepanjang malam pada Jumat (27/10/2023).
Berbagai lembaga bantuan global mengatakan, mereka tidak dapat menghubungi staf mereka di Gaza. Namun perwakilan dari Komite Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di Gaza William Schomburg menerima pesan audio.
Schomburg mengatakan, petugas medis bekerja sepanjang waktu dan menghadapi tragedi pribadi. “Saya berbicara dengan seorang dokter yang kehilangan saudara laki-laki dan sepupunya pada malam sebelumnya,” katanya kepada penyiar BBC dalam klip yang diposting ICRC di X.
Jet Israel pun menjatuhkan lebih banyak bom dan mengisyaratkan serangan darat terhadap Hamas yang sudah lama direncanakan telah dimulai. Pihak berwenang Palestina mengatakan, lebih dari 7.000 orang telah terbunuh atas serangan Israel sejak 7 Oktober.