REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, jumlah warga Palestina yang meninggal dunia akibat serangan udara Israel telah melampaui 8.000 orang. Sebagian besar korban yang gugur adalah perempuan dan anak di bawah umur.
Israel melangsungkan pengeboman paling intens pada Jumat (27/10/2023) hingga memutus jaringan komunikasi di Gaza. Jaringan telekomunikasi kembali pulih pada Ahad (29/10/2023).
Militer Israel mengklaim telah menyerang lebih dari 450 sasaran Hamas selama 24 jam terakhir, termasuk pusat komando Hamas, pos pengamatan dan posisi peluncuran rudal antitank. Militer Israel mengatakan, mereka mengerahkan pasukan darat ke Gaza dalam semalam.
Badan bantuan PBB mengatakan, ribuan warga Palestina, yang putus asa akibat pengepungan total dan pemboman selama tiga minggu, masuk ke beberapa gudang mereka di Jalur Gaza. Para pengungsi mengambil gandum, tepung dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya.
“Ini adalah tanda yang mengkhawatirkan bahwa tatanan sipil mulai rusak setelah tiga minggu perang dan pengepungan yang ketat,” kata Direktur Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Gaza, Thomas White.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Ahad, mengulangi seruan untuk mengakhiri pertumpahan darah dan menyetujui gencatan senjata untuk mengakhiri “mimpi buruk” tersebut. Dia mengatakan, situasi di Gaza semakin menyediakan.
“Situasi di Gaza semakin hari semakin menyedihkan. Saya menyesal bahwa alih-alih melakukan jeda kemanusiaan yang sangat dibutuhkan dan didukung oleh komunitas internasional, Israel malah meningkatkan operasi militernya,” kata Guterres, dilaporkan Aljazirah.
Israel memberlakukan pengepungan total dengan memutus pasokan makanan, air, listrik, dan bahan bakar ke Gaza. Israel telah mengizinkan pasokan kebutuhan dasar dan obat-obatan secara terbatas. Upaya sedang dilakukan untuk mendapatkan lebih banyak pasokan makanan, air, bahan bakar dan obat-obatan yang telah mengalami pemboman intensif sejak 7 Oktober.