REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Tepat pada Ahad (29/10/2023), Republik Turki merayakan usianya yang ke-100. Pada pekan lalu, Republika.co.id berkesempatan menyaksikan langsung gegap gempita masyarakat di kota Istanbul dan Bursa menyambut hari jadi Republik Turki.
Di setiap sudut rumah dan sudut jalan berkibar bendera Turki dan spanduk wajah Mustafa Kemal Ataturk yang dikenal sebagai Bapak Turki. Peran Ataturk sangatlah penting dalam menjadikan Turki sebagai negara modern. Namanya pun sangat masyhur sebagai tokoh modernisasi dan sekuler Turki karena upayanya memilah antara soal-soal agama dengan pemerintahan.
Salah satu warga Kota Istanbul, Ibrahim, mengungkapkan dirinya sangat mengidolakan Ataturk. Menurutnya, tanpa perjuangan Ataturk, kemungkinan besar Turki masih berada di bawah bayang-bayang Ottoman dan tidak menutup kemungkinan adanya konflik berkepanjangan di negara yang berada di benua Asia dan Eropa tersebut.
"Beliau adalah sosok yang menjadikan Turki bisa seperti saat ini," kata Ibrahim pada Sabtu pekan lalu.
Ia pun merasa sedih dengan berbagai fitnah yang menurutnya menyudutkan Ataturk. Ia bahkan menyoroti beberapa berita yang tidak bertanggung jawab dan beredar luas di Indonesia, salah satunya adalah berita dua tahun lalu yang menyebut terciumnya bau tak sedap di Anitkabir, makam Ataturk yang berada di Ankara.
"Saya sedih dengan melihat berita-berita khususnya di kanal Youtube Indonesia bahkan sudah ditonton sampai enam juta lebih, padahal isi dari informasinya tidak benar, sama sekali tidak berbau di sana (kompleks makam Ataturk)," tegasnya.
Meskipun kabar tersebut sudah diklarifikasi tidak benar, namun video yang menyebarkan kabar tersebut menurutnya masih berseliweran secara digital. "Padahal, Ataturk adalah Bapak Turki," tuturnya.
Saat disinggung perihal kepemimpinan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Ibrahim memilih untuk tidak berkomentar banyak. Namun, ia sangat menyayangkan bila agama dijadikan alat politik.
Sebagai informasi perang Kemerdekaan Turki dimulai dengan penerimaan Mustafa Kemal Ataturk di kota Samsun di pantai Laut Hitam pada 1919. Pembebasan Anatolia dari pendudukan membuka babak baru dalam sejarah Turki ketika negara baru itu diakui secara internasional di bawah Perjanjian Lausanne pada 1923. Pada 29 Oktober 1923, Ataturk secara resmi mendeklarasikan nama bangsa dan memproklamirkan status negara sebagai republik.
Pemungutan suara kemudian dilakukan di parlemen Turki, dan Ataturk dengan suara bulat terpilih sebagai presiden pertama Republik Turki. Sejak itu, Turki telah merayakan Hari Republik setiap tahunnya pada 29 Oktober.
Namun, kepopuleran Ataturk sepertinya akan berangsur memudar seiring dengan kebijakan dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Pasalnya, Erdogan yang sudah tiga periode memimpin Turki, dengan Partai AK-nya mengubah gagasan Ataturk yang berkiblat ke Barat. Ataturk sendiri merupakan tokoh yang sangat dihormati oleh sebagian warga Turki. Dalam beberapa tahun terakhir, potret Erdogan muncul bersama-sama dengan potret Ataturk di gedung-gedung pemerintah dan sekolah-sekolah.
Dalam pidatonya pada September lalu, Erdogan berjanji untuk membangun Turki yang lebih kuat pada usia ke-100 negara itu. Dia mengatakan pers yang bebas, bertanggung jawab dan nasional adalah salah satu pendukung terpenting dari upaya bangsa untuk mencapai masa depan yang cerah.
“Pers kami memenuhi tugas yang tak ternilai dalam hal memberi tahu warga kami secara tepat waktu dan jujur, dan juga membantu administrator untuk mengikuti agenda rakyat dengan cara yang sehat," ujar Erdogan.
"Harapan terakhir dari yang akan terus dilakukan adalah berjuang untuk menjauhkan Turki dari restrukturisasi sistem global dan menghidupkan kembali Turki yang lama pada 2023. Insya Allah, mereka akan gagal sekali lagi,” kata dia.
Bila ditarik ke belakang, Indonesia dan Turki telah memiliki riwayat persahabatan yang erat. Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri RI, Presiden Sukarno melakukan kunjungan ke Turki pada 24 - 29 April 1959. Presiden Sukarno tiba di Turki pada 24 April 1959 sebagai kunjungan kenegaraan pertama Presiden Indonesia ke negara dua benua tersebut.
Dalam kunjungannya tersebut, Presiden Soekarno bahkan berpidato di Anitkabir, makam Ataturk. Di hadapan pemuda dan masyarakat Turki, Presiden Soekarno menyampaikan bahwa Ataturk telah menjadi salah satu inspirasinya dalam merumuskan gagasan hubungan agama-negara.