Selasa 31 Oct 2023 09:14 WIB

Bank Dunia Peringatkan Adanya Kejutan Ganda Dampak Genosida di Gaza

Genosida bisa mendorong pasar komoditas global ke kondisi yang belum terpetakan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Rudal Israel menyerang bagian utara Jalur Gaza saat matahari terbenam, Ahad (29/10/2023.
Foto: EPA-EFE/HANNIBAL HANSCHKE
Rudal Israel menyerang bagian utara Jalur Gaza saat matahari terbenam, Ahad (29/10/2023.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Bank Dunia memperingatkan pada Senin (30/10/2023), bahwa pasar komoditas global dapat menghadapi kejutan ganda ketika perang dan genosida di Gaza meningkat. Kondisi itu memperburuk gangguan yang disebabkan oleh perang Rusia terhadap Ukraina yang hingga kini masih berlangsung.

Dalam laporan terbaru Commodity Markets Outlook yang dirilis Bank Dunia dikutip dari Anadolu Agency, perang dan pembantaian ini dapat mendorong pasar komoditas global ke dalam kondisi yang belum dipetakan. Bank Dunia memperkirakan harga minyak rata-rata 90 dolar AS per barel pada kuartal terakhir tahun ini sebelum turun menjadi 81 dolar AS per barel tahun depan. Kondisi itu akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

Baca Juga

Harga komoditas secara keseluruhan diproyeksikan turun 4,1 persen tahun depan dan stabil pada tahun 2025. Menurut Bank Dunia, konflik Palestina-Israel sejauh ini berdampak terbatas pada pasar komoditas global.

Harga minyak secara keseluruhan telah meningkat sekitar enam persen sejak dimulainya konflik pada 7 Oktober. Bank Dunia menilai, prospek harga komoditas akan cepat suram jika konflik meningkat.

Kepala ekonom Bank Dunia dan wakil presiden senior bidang Ekonomi Pembangunan Indermit Gill meminta para pembuat kebijakan untuk waspada terhadap dampak-dampak yang mengganggu dari gejolak ini. “Jika konflik semakin meningkat, perekonomian global akan menghadapi guncangan energi ganda untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, tidak hanya akibat perang di Ukraina namun juga di Timur Tengah,” katanya.

Wakil kepala ekonom Bank Dunia dan direktur Prospects Group Ayhan Kose memperingatkan, bahwa harga minyak yang lebih tinggi akan mendorong harga pangan naik. “Pada akhir 2022, lebih dari 700 juta orang, hampir sepersepuluh populasi global, mengalami kekurangan gizi. Meningkatnya konflik terbaru akan meningkatkan kerawanan pangan, tidak hanya di kawasan ini tetapi juga di seluruh dunia,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement