REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengungkapkan pada Selasa (30/10/2023), bahwa Amerika Serikat (AS) keberatan dengan sikap negara Asia Tenggara tersebut mengenai Palestina. Kedutaan Besar AS di Kuala Lumpur mengirimkan dua demarches atau pemberitahuan diplomatik ke Kementerian Luar Negeri Malaysia.
Anwar mengatakan kepada parlemen, bahwa duta besar Malaysia di Washington juga dipanggil oleh Departemen Luar Negeri AS mengenai masalah ini. Dia menyatakan, AS ingin Kuala Lumpur mengubah pendiriannya yang mengupayakan solusi dua negara terhadap konflik Palestina-Israel.
Ketika berbicara pada acara pro-Palestina pekan lalu, Anwar mengatakan, Malaysia telah menerima ancaman atas solidaritas dan dukungannya terhadap Palestina. Kini, menurut Anwar, AS ingin Malaysia mengubah posisinya dengan menolak mengakui Hamas sebagai kelompok teroris.
“Malaysia menolak keras segala bentuk terorisme dan mengutuk keras tindakan pembunuhan terhadap nyawa tidak berdosa serta penyanderaan perempuan dan anak-anak di Palestina,” ujar Anwar dalam komentar singkat yang disampaikan dalam bahasa Inggris.
Sebagai negara yang bebas dan berdaulat dalam menegak kebijakan luarnya tersendiri, Malaysia tidak akan tunduk kepada tekanan mana-mana pihak dalam pelbagai bentuk, dan pasti akan terus bersuara atas prinsip keadilan serta kemanusiaan menyanggah dasar apartheid rejim Zionis… pic.twitter.com/LHDy1ODFPR
— Anwar Ibrahim (@anwaribrahim) October 31, 2023
Sejak pertempuran terbaru Israel-Palestina pecah awal bulan ini, Anwar mengadakan panggilan telepon terpisah dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh. “Malaysia juga dengan tegas mengutuk pengeboman terhadap warga sipil, rumah, dan rumah sakit, serta pembantaian terhadap nyawa tak berdosa, anak-anak, perempuan dan laki-laki yang dilakukan siang dan malam oleh pasukan Israel,” katanya dalam sebuah postingan di X.
Sementara itu dikutip dari Anadolu Agency, Anwar mengatakan, para pemimpin negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) sedang mempertimbangkan untuk mengadakan konferensi mengenai Palestina.
“Saya telah menginstruksikan menteri luar negeri untuk menghubungi Turki dan Arab Saudi. Mungkin ada pembenaran untuk mengadakan pertemuan darurat yang melibatkan negara-negara seperti Brazil, Rusia, dan Cina, yang telah mengambil sikap tegas terhadap kekerasan Israel,” katanya.