REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyambut baik keputusan Mesir untuk menerima 81 orang yang sakit dan luka-luka dari Jalur Gaza untuk mendapatkan perawatan di Mesir, dalam pernyataan yang dimuat di media sosial X (sebelumnya bernama Twitter), Rabu (1/11/2023). Mesir mulai menerima warga Gaza yang terluka dan beberapa pemegang paspor asing untuk keluar melalui pintu lintas batas Rafah.
Pembukaan perbatasan di Rafah itu terjadi setelah Qatar menengahi kesepakatan antara Mesir, Israel dan Hamas yang membuat evakuasi terbatas dari Jalur Gaza bisa dilakukan. Ini merupakan yang pertama kalinya perbatasan Rafah dibuka untuk mengeluarkan warga Palestina yang terluka dan pemegang paspor asing sejak konflik antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas meletus pada 7 Oktober 2023.
Rafah adalah satu-satunya pintu masuk ke Jalur Gaza yang tidak dikendalikan Israel, yang memblokade Jalur Gaza sejak 2007. WHO mengatakan bahwa mereka telah membantu pihak berwenang Mesir untuk mengembangkan dan membangun sistem kesehatan darurat dan evakuasi medis yang komprehensif, termasuk pelatihan tim ambulans, PBB melaporkan dalam laman resminya.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan dalam media sosial X bahwa perhatian harus tetap terfokus pada kebutuhan mendesak dari ribuan pasien di Gaza, termasuk perlindungan rumah sakit dan aliran bantuan medis yang lancar ke Jalur Gaza. WHO menyatakan, ribuan warga sipil di Jalur Gaza membutuhkan bantuan mendesak, termasuk anak-anak yang terluka parah.
WHO mencatat lebih dari 1.000 orang membutuhkan dialisis ginjal agar bisa tetap hidup, lebih dari 2.000 orang membutuhkan terapi kanker, 45.000 orang menderita penyakit kardiovaskular, dan lebih dari 60.000 orang menderita diabetes. Badan tersebut menyebut sebelum 7 Oktober 2023, sekitar 100 pasien setiap hari harus pergi ke luar Jalur Gaza untuk mendapatkan perawatan medis khusus yang tidak tersedia di Jalur Gaza.