Selasa 07 Nov 2023 13:33 WIB
Sebulan Genosida Gaza

Deadlock DK PBB dan Memburuknya Krisis Kemanusiaan di Gaza

PBB tak berdaya menghentikan genosida yang dilakukan Israel di Gaza

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Keefektifan PBB dalam menangani kebrutalan perang di Jalur Gaza dipertanyakan
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Keefektifan PBB dalam menangani kebrutalan perang di Jalur Gaza dipertanyakan

REPUBLIKA.CO.ID, Keefektifan PBB dalam menangani kebrutalan perang di Jalur Gaza dipertanyakan. Badan dunia beranggotakan 193 negara itu tak berdaya untuk menghentikan agresi Israel yang tak pandang bulu ke Gaza. Lembaga PBB bersama para pejabatnya hanya bisa melayangkan kecaman dan kutukan yang tak berdampak apa pun terhadap situasi di lapangan.

Sebulan telah berlalu sejak pecahnya pertempuran terbaru antara Hamas dan Israel. Perang kali ini dimulai dengan Operasi Badai Al-Aqsa yang dilancarkan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Tak seperti konfrontasi sebelumnya, dalam pertempuran terbaru, anggota Hamas turut melakukan infiltrasi ke wilayah Israel di dekat perbatasan Gaza. Serangan dan operasi Hamas menewaskan sedikitnya 1.400 warga Israel.

Baca Juga

Sejak 7 Oktober 2023, Israel pun mulai membombardir Gaza, wilayah yang telah diblokadenya selama 16 tahun terakhir. Hingga Senin (6/11/2023), agresi Israel telah membunuh lebih dari 10 ribu warga Gaza, termasuk di dalamnya 4.100 anak-anak. Sementara korban luka melampaui 25 ribu orang. Serangan Israel selama sebulan terakhir juga telah mengakibatkan sekitar 1,5 juta dari 2,2 juta warga Gaza telantar dan mengungsi.

Situasi kemanusiaan di Gaza memburuk karena dalam serangannya Israel turut membidik bangunan tempat tinggal serta fasilitas umum, termasuk sejumlah rumah sakit. Rumah Sakit (RS) Indonesia, yang pembangunannya diinisiasi kelompok Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), juga sudah dibayangi serangan Israel. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah beberapa kali melancarkan serangan ke Bait Lahiya, tempat RS Indonesia berada.

Pada Senin kemarin, Israel menuduh Hamas menggunakan RS Indonesia untuk menyembunyikan markas operasinya di bawah tanah. Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad segera membantah tudingan tersebut. “Kita membantah tuduhan itu. Kita membangun RS Indonesia dalam konteks yang benar-benar profesional, sesuai kebutuhan masyarakat Gaza, ketika itu dan saat ini. Apa yang dituduhkan Israel bisa jadi merupakan pra-kondisi Israel untuk melakukan serangan ke RS Indonesia yang ada di Gaza,” ujar Sarbini dalam konferensi pers di Jakarta, Senin lalu.

Di tengah penargetan masyarakat dan fasilitas sipil di Gaza, harapan tertumpu pada PBB. Sebagai badan dunia terbesar, ia diharapkan mampu menghentikan kebrutalan perang di Gaza. Namun, hingga kini, PBB, lewat beberapa lembaganya, hanya bisa sekadar menyalurkan bantuan kemanusiaan. Sementara Israel, meski telah menuai kecaman internasional, terus melanjutkan agresinya ke Gaza.

Resolusi DK PBB terus gagal....

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement