Rabu 08 Nov 2023 13:00 WIB

Presiden Mesir dan Direktur CIA Bahas Krisis Gaza

Israel merebut dan menduduki Gaza pasca berakhirnya Perang Arab-Israel 1967

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Warga Palestina memeriksa puing-puing bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, 26 Oktober 2023.
Foto: AP /Mohammed Dahman
Warga Palestina memeriksa puing-puing bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, 26 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi menerima kunjungan Direktur CIA William Burns di Kairo, Selasa (7/11/2023). Dalam pertemuan tersebut, perkembangan krisis di Jalur Gaza menjadi salah satu topik utama yang mereka bahas.

Kantor Kepresidenan Mesir mengungkapkan, Sisi dan Burns membahas sejumlah isu yang menjadi perhatian bersama kedua negara, terutama terkait eskalasi militer Israel di Jalur Gaza. “(Sisi) menggarisbawahi perlunya gencatan senjata segera (di Gaza) untuk melindungi warga sipil dan memfasilitasi akses terhadap bantuan kemanusiaan,” kata Kantor Kepresidenan Mesir, dikutip Anadolu Agency.

Baca Juga

Selain itu, Sisi menekankan kekuatan kemitaraan strategis antara Mesir dan Amerika Serikat (AS) serta peran pentingnya dalam menjaga stabilitas di Timur Tengah. Pada gilirannya, William Burns menyampaikan kepada Sisi bahwa dia ingin menjalin koordinasi erat dengan Mesir untuk mengatasi krisis yang sedang berlangusng di Gaza.

Pemerintah AS telah menyampaikan bahwa mereka menolak pendudukan kembali Jalur Gaza oleh Israel. Hal itu disampaikan setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan negaranya akan mengontrol keamanan Gaza setelah menyelesaikan pertempuran dengan Hamas.

“Pandangan kami adalah Palestina harus berada di garis depan dalam pengambilan keputusan ini, dan Gaza adalah tanah Palestina dan akan tetap menjadi tanah Palestina,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel AS kepada awak media, Selasa lalu, dikutip laman AlArabiya.

“Secara umum, kami tidak mendukung pendudukan kembali Gaza dan begitu pula Israel,” tambah Patel. 

Israel merebut dan menduduki Gaza pasca berakhirnya Perang Arab-Israel 1967. Namun pada 2005, Israel memutuskan menarik diri dari wilayah tersebut. Ketika Hamas mengambil alih pemerintahan di Gaza pada 2007, Israel mulai memberlakukan blokade yang berlangsung hingga kini.

Dalam pernyataannya pada Selasa lalu, Vedant Patel mengungkapkan, AS sepakat tentang tidak adanya jalan kembali ke status quo sebelum pecahnya pertempuran terbaru antara Hamas dan Israel pada 7 Oktober 2023. “Israel serta kawasan ini harus aman, dan Gaza harus serta tidak bisa lagi menjadi basis untuk melancarkan serangan teror terhadap rakyat Israel atau siapa pun,” kata Patel.

Dalam sebuah wawancara dengan ABC News pada Senin (6/11/2023) lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengutarakan rencananya untuk mengontrol keamanan di Gaza setelah pertempuran dengan Hamas usai. “Saya pikir Israel, untuk jangka waktu yang tidak ditentukan, akan memikul tanggung jawab keamanan secara keseluruhan karena kita telah melihat apa yang terjadi jika kita tidak mempunyai tanggung jawab keamanan tersebut,” ucapnya. 

Hingga Selasa kemarin, jumlah warga Gaza yang terbunuh sejak dimulainya agresi Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu telah mencapai 10.305 jiwa. Lebih dari 4.200 di antaranya adalah anak-anak. Sementara korban luka melampaui 25 ribu orang. Serangan Israel pun mengakibatkan sekitar 1,5 juta warga Gaza terlantar dan mengungsi. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement