Jumat 10 Nov 2023 09:55 WIB

Jumlah Staf PBB Meninggal Dunia di Jalur Gaza Capai 92 Orang

PBB mencatat 13.000 anggota PBB ditugaskan di Jalur Gaza.

Warga Palestina memeriksa kerusakan masjid yang hancur akibat serangan udara Israel di kamp pengungsi Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Rabu, (8/11/2023).
Foto: AP Photo/Mohammed Dahman
Warga Palestina memeriksa kerusakan masjid yang hancur akibat serangan udara Israel di kamp pengungsi Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Rabu, (8/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Jumlah anggota staf Perserikatan Bangsa-Bangsa yang tewas di Jalur Gaza sudah mencapai 92 orang di tengah berlangsungnya perang Israel-Palestina, ungkap komisaris jenderal Badan Pengungsi Palestina PBB (UNRWA) Philippe Lazzarini pada Kamis.

Saat wawancara dengan media lokal Swiss, Lazzarini mengatakan sekitar 13.000 anggota PBB dipekerjakan di Jalur Gaza. Ia menyebutkan bahwa UNRWA belum pernah mengalami kematian sebanyak itu dalam waktu yang singkat.

Baca Juga

"Saat ini lebih dari 700.000 orang mengungsi ke sekolah-sekolah yang didirikan UNRWA agar dapat berlindung di bawah bendera biru PBB," katanya, mengutip Anadolu, Jumat (10/11/2023).

Akan tetapi, 50 lebih fasilitas mereka telah diserang hingga menelan puluhan korban jiwa dan melukai ratusan lainnya, kata Lazzarini. Menyelamatkan diri ke wilayah selatan Jalur Gaza juga tidak dijamin aman, kata pejabat senior PBB itu. Lebih lanjut, dia mengatakan sepertiga staf PBB di sana tewas akibat dibombardir.

"Semakin lama korban jiwa terus berjatuhan seperti yang diumumkan Israel, semakin jauh kita dari prospek perdamaian di masa depan," katanya.

Saat wawancara, Lazzarini mengaku sangat terkejut dengan apa yang dia temukan di Gaza.

“Situasinya menyayat hati," ucapnya.

Lazzarini mengatakan, masyarakat serba kekurangan, mereka menyelamatkan diri ke sekolah-sekolah UNRWA dan meminta roti dan air. Terjadi krisis bahan bakar, katanya. Jika tidak ada bahan bakar yang tiba di Gaza dalam beberapa hari ke depan, 

"Fasilitas-fasilitas utama tidak akan berfungsi lagi," katanya. 

Blokade pasokan bantuan sama saja dengan hampir tidak ada perdagangan dan ketertiban umum terancam, menurut pejabat PBB itu. Jika dalam waktu dekat tidak ada perubahan, maka banyak orang yang akan kehilangan nyawanya karena minim bantuan kemanusiaan dan bukan karena pengeboman, ujarnya. 

“Blokade ketat semacam itu berarti sama saja dengan hukuman kolektif,” kata Lazzarini.

sumber : Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement