REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penghormatan terus mengalir untuk mahasiswa lulusan London berotak brilian yang terbunuh setelah pengeboman Israel terhadap rumahnya di Gaza. Selama 30 jam, Dr Maisara Alrayyes, alumnus SOAS University dan King’s College London, dan keluarganya terjebak di bawah lempengan beton yang berat setelah serangan udara.
Layanan darurat setempat berjuang untuk menjangkau mereka dan membebaskan mereka tepat waktu, di tengah pengepungan yang dilakukan oleh Israel. Komunitas Keadilan KCL untuk Palestina mengatakan, pria berusia 30 tahun itu telah mengirim SMS kepada mereka sebelum komunikasi terputus.
“Dalam beberapa hari terakhir, saya mulai merasa lebih ketakutan dari sebelumnya. Saya membayangkan diri saya berada di bawah reruntuhan dan saya sangat takut untuk tetap hidup di bawah reruntuhan,” ujar kata Dr Alrayyes dalam pesannya tersebut.
Saudara laki-lakinya, Muayyad dan Muhammad, juga dibunuh ketika mencoba mengeluarkannya dan anggota keluarga lainnya dari bawah reruntuhan setelah tertimbun reruntuhan selama dua hari. “Sahabat saya Maisara Alrayyes dan keluarganya tewas dalam serangan udara Israel dua hari lalu. Kedua saudara laki-lakinya yang selamat berusaha mengeluarkan jenazah dari bawah reruntuhan,” kata Anas Ismail dilansir Metro UK, Jumat (10/11/2023).
“Serangan udara lainnya menewaskan kedua bersaudara itu saat mereka berusaha mengeluarkan mayatnya,” ujar Anas yang juga rekan dari Dr Alrayyes.
Sebuah penghormatan dari Ahmed Alnaouq sebelum kematian dokter tersebut mengatakan bahwa sahabatnya itu, Dr Alrayyes, datang ke London dua bulan lalu untuk berbulan madu. “Dia bersemangat, bahagia, dan gembira. Kini sudah lebih dari 30 jam sejak rumahnya dibom. Tidak ada yang bisa mengambil jenazahnya atau jenazah keluarganya dari bawah reruntuhan,” kata Alnaouq.
Keesokan harinya, Ahmed mengatakan dirinya kehilangan akal sehat. Israel mengebom rumah temannya, Dr Alrayyes, dan membunuh semua orang yang ada di dalamnya pada tiga hari lalu. “Tetapi, dua saudara laki-lakinya tidak ada di dalam. Sekarang saya menerima kabar bahwa Israel juga membunuh dua saudara laki-lakinya yang tersisa,” ujar Ahmed.
Laman Metro UK belum dapat memverifikasi klaim tersebut secara independen. Teman Dr Alrayyes lainnya, Alanda Kariza, mendoakan Dr Alrayyes agar beristirahat dalam damai. “Seorang dokter yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk Gaza. Anda telah melakukan begitu banyak hal dan saya menyesal dunia telah mengecewakan Anda,” kata Kariza.
Kematian Dr Alrayyes diumumkan oleh Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah unggahan di X. Dokter Palestina ini lulus dari gelar master di bidang kesehatan wanita dan anak pada 2020.
Seorang wanita yang mengaku menghadiri pernikahan Dr Alrayyes di Gaza pada awal tahun ini menggambarkannya sebagai orang yang sangat kuat dan sensitif. “Setelah lulus, dia kembali ke Gaza untuk memberikan layanan kesehatan yang lebih baik kepada perempuan dan anak-anak di sana. Dia adalah seorang pemuda cerdas yang memiliki masa depan yang panjang dan indah di depan matanya,” ujar wanita itu.